A.
Identitas dan Riwayat Hidup Ibn Khaldun
Ibnu Khaldun hidup pada periode akhir dari dinasti
Malmuk, yaitu periode sejarah keruntuhan peradaban Islam di Bagdad karena
serangan bangsa Tartar pada tahun 654 H sampai 923 H. pada periode itulah
dinasti Usmani menakhlukkan Mesir dan mengusirnya. Oleh karena itu, secara
berangsur kekuasaan pemerintahan Arab beserta peradabannya berpindah dari
Bagdad ke Kairo, sehingga kota Kairo menjadi pusat peradaban Islam yang
berkembang pesat, terhindar dari kekejaman bangsa Tartar seperti yang terjadi
di Bagdad dan Syam (Siria).[1]
Nasab Ibnu Khaldun digolongkan kepada Muhammad ibnu
Muhammad ibnu Hasan ibnu Jabir ibnu Muhammad ibnu Ibrahim ibnu ‘Abd Al Rahman
ibnu Khalid. Namun lebih dikenal sebagai Ibnu Khaldun. Nama aslinya adalah
Abdurrahman ibnu Khaldun Al-Magribi Al-Hadrami Al-Maliki. Digolongkan kepada
al-Magribi, karena lahir dan dibesarkan di Magrib kota Tunis, dijuluki
Al-Hadrami karena keturunannya berasal dari Hadramaut Yaman, dan dikatakan
al-Maliki karena ia menganut madzab Imam Malik. Gelar Abu Zaid diperoleh dari
nama anaknya yang tertua Zaid. Panggilan Wali Ad-Din diperolehnya setelah
menjadi hakim di Mesir.[2]
Keluarga Ibnu Khaldun awalnya tinggal di Isbilih
yang terletak di bagian wilayah Andalusia, pada masa pemerintahan Bani ‘Abbad. Abdullah
Abd al-Rahman Abu Zayd Ibn Muhammad Ibn Khaldun lahir di Tunisia pada bulan
Ramadhan 732 H/1332 M. Lahir ditengah-tengah keluarga ilmuan dan tokoh
pemerintahan. Oleh karena itu, Ibnu Khaldun memperoleh dua orientasi yang kuat:
pertama, cinta belajar dan ilmu pengetahuan. Kedua, cinta jabatan dan pangkat.
Kedua faktor tersebut sangat menentukan dalam perkembangan pemikirannya.
Beliau dikenal dengan nama Ibnu Khaldun karena
dihubungkan dengan garis keturunan kakeknya yang kesembilan, yaitu Khalid bin
Usman. Kakeknya ini merupakan orang pertama yang memasuki negeri Andalusia bersama
para penakluk berkebangsaan Arab. Sesuai dengan kebiasaan orangorang Andalusia
dan Maghribi yang terbiasa menambahkan huruf wow ( و) dan nun ( ن) dibelakang
nama-nama orang terkemuka sebagai penghormatan dan takzim, maka nama Khalid pun
berubah kata menjadi Khaldun.[3]
Ibn Khaldun dimulai pada usia yang dini, dengan
pengajaran yang ketat dari guru pertamanya, yaitu orangtuanya sendiri dengan
membaca al-Qur’an. Kemudian belajar dari sarjana-sarjana terkenal pada waktu
itu tentang Hadits, Fikih, Sastra dan Nahu Sharaf. Tunisia pada waktu itu
merupakan pusat ulama dan sastrawan di daerah Magrib. Umur 20 tahun bekerja
sebagai sekretaris Sultan Fez di Maroko. Sekian banyak pendidik tempat Ibn
Khaldun menimba ilmu, ada dua orang yang dianggap paling berjasa terhadapnya
yaitu: Syaikh Muhammad Ibn Ibrahim al-Abili dalam ilmu-ilmu filsafat dan Syaikh
Abd. Al-Muhaimin Ibn al-Hadrami dalam ilmu-ilmu agama. Akan tetapi adanya wabah pes yang dasyat pada
tahun 749 H mengakibatkan tidak dapat melanjutkan studinya. Bahkan dalam peristiwa
tersebut, Ibn Khaldun kehilangan kedua orangtua serta beberapa orang pendidik
akibat wabah pes.[4]
Wafatnya kedua orangtua Ibnu Khaldun saat ia masih
remaja merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi keterikatannya
terhadap keluarga dan tempat kediamannya serta membuka kesempatan baginya untuk
berkelana dan terjun ke dunia politik di berbagai pelosok Magrib (Maroko).[5]
Kehidupan Ibnu Khaldun dapat dibagi kepada empat
periode dimulai sejak ia berada di Tunisia sampai meninggal di Kairo dan setiap
periode mempunyai ciri tersendiri:[6]
1.
Periode
pertumbuhan, belajar dan menuntut ilmu (732-751 H) selama 20 tahun, seluruhnya
dihabiskannya di Tunisia. Pada periode ini Ibnu Khaldun berhasil menyelesaikan
studinya dan memperoleh beberapa ijazah ilmiah.
2.
Periode bekerja
pada jabatan-jabatan administrasi, sekretaris dan politik (751-776 H). Selama
lebih kurang 25 tahun ia berkelana di negeri-negeri Magrib dan di beberapa
negeri Andalus bekerja pada jabatan jabatan pemerintah dalam bidang
administrasi, sekretaris, dan politik.
3.
Periode ’uzlah
(mengasingkan diri) menulis dan mengadakan penelitian (776-784 H). Pada periode
ini Ibnu Khaldun berhasil menulis karyanya yang terkenal ’Mukaddimah Ibnu
Khaldun’.
4.
Periode mengajar
dart menjadi hakim (784-808 H). Pada periode ini Ibnu Khaldun meninggalkan kehidupan
politik seluruhnya dihabiskan di Mesir. Ia berhasil menjabat jabatan hakim
sebanyak enam kali, di samping menjadi tenaga pengajar di Al-Azhar dan di
sekolah-sekolah lain di Mesir.
Tahun 1362 Ibn Khaldun menyeberang ke Spanyol dan
bekerja pada raja Granada. Beliau menjadi utusan raja untuk berunding dengan
Pedro (raja Granada) dan raja Stevilla.
Berkat kecakapannya, beliau ditawari bekerja oleh para penguasa kristen saat
itu. Sebagai imbalannya, tanah-tanah bekas milik keluarganya dikembalikan kepadanya.
Akhirnya, keputusan tawaran untuk bekerja jatuh pada raja Granada. Tidak lama
tinggal di Granada. Beliau kembali ke Afrika dan diangkat menjadi perdana
Menteri oleh Sultan al-Jazair. Tahun 1362-1375 terjadi pergolakan politik,
menyebabkan Ibn Khaldun terpaksa mengembara ke Maroko dan Spanyol[7].
Ibnu Khaldun melaksanakan ibadah haji pada tahun
1382, kemudian berangkat ke Iskandariah dan ke Mesir. Setelah kepindahannya di
Mesir, beliau diangkat menjadi Ketua
Mahkamah Agung pada masa pemerintahan Dinasti Mamluk. Ibnu Khaldun selain
dikenal sebagai filosof juga dikenal sebagai sosiolog yang memiliki perhatian
besar terhadap bidang pendidikan. Mesir tahun 1406, tepat diumur 74 tahun
beliau meninggal.
B.
Pemikiran Ibn Khaldun secara Umum
Ibn Khaldun adalah ilmuwan Muslim yang tetap kreatif
menghidupkan khazanah intelektualisme Islam pada periode Pertengahan. Ibn
Khaldun dalam lintasan sejarah tercatat sebagai ilmuwan muslim pertama yang
serius menggunakan pendekatan sejarah (historis) dalam wacana keilmuan Islam.
Ibnu Khaldun adalah sejarawan dan bapak sosiologi
Islam yang hafal Al-Qur‘an sejak usia dini. Ibnu Khaldun juga dikenal sebagai
ahli politik Islam, dan bapak Ekonomi Islam, karena pemikiran-pemikirannya
tentang teori ekonomi yang logis dan realistis jauh telah dikemukakannya
sebelurn Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo (1772-1823) mengemukakan
teori-teori ekonominya. Bahkan ketika memasuki usia remaja, tulisan' tulisannya
sudah menyebar ke mana-mana. Tulisan-tulisan dan pemikiran Ibnu Khaldun terlahir
karena studinya yang sangat dalam, pengamatan terhadap berbagai masyarakat yang
dikenalnya dengan ilmu dan pengetahuan yang luas, serta ia hidup di
tengah-tengah mereka dalam pengembaraannya yang luas pula.[8]
Ibn Khaldun melihat manusia tidak terlalu menekankan
pada segi kepribadiannya, sebagaimana yang dibicarakan para filosof, tetapi
beliau lebih melihat kepada hubungan dan interaksi dengan kelompok-kelompok
yang ada di masyarakat. Hal ini membuat Ibn Khaldun dianggap sebagai salah
seorang pendiri sosiologi dan antropologi. Menurut Ibnu Khaldun, manusia
berbeda dengan makhluk lainnya. Perbedaan terletak pada manusia memiliki
pemikiran yang dapat menolong dirinya untuk menghasilkan kebutuhan hidupnya,
juga memiliki sikap hidup bermasyarakat yang dapat membentuk suatu masyarakat
yang antara satu dengan yang lainnya saling menolong. Selain itu, menurut Ibn
Khaldun dalam proses belajar manusia selain
bersungguh-sungguh juga harus memiliki bakat. Mencapai pengetahuan yang
bermacam-macam selain memiliki ketekunan juga memiliki bakat.
Selanjutnya Ibnu Khaldun beranggapan bahwa
pertumbuhan pendidikan dan ilmu pengetahuan dipengaruhi oleh peradaban. Dilihat
pada Negara Qairawan dan Cordova terdapat pertumbuhan ilmu, pabrik, dan pasar
yang tersusun rapi. Keadaan ini akan mempengaruhi terhadap corak pendidikannya.[9]
Sebagai seorang Filosof Muslim pemikiran Ibnu
Khaldun sangatlah rasional dan banyak berpegang kepada logika. Sementara itu,
pandangan lain menyatakan bahwa ibnu Khaldun mendapat pengaruh dari ibnu Rusyd
(1126-1198 M.) dalam masalah hubungan antara filsafat dan agama.namun, ada ciri
utama yang sangat khas dari pemikiran Ibnu Khaldun yaitu ia berhasil menyatukan
pemikiran yang sangat berbeda dari pemikiran filsafat al-Ghazali dan Ibnu
Rusyd. Semua hasil pemikiran dari Ibnu Khaldun adalah hasil dari kondisi
sosio-kultural yang ada pada masanya. Al- Muqaddimah, pendahuluan bagi kitab
al-‘Ibar merupakan perasaan dari hasil renungan teoritisnya, plus pengalaman
empirisnya sebagai tokoh yang terlibat langsung dalam intrik-intrik politik
Afrika utara dan Granada. Corak pemikirannya yang
rasionalistik-empiristiksufistik kiranya telah dijhadikan dasar pijakan dalam
membangun teori- teori sejarahnya.[10]
Beberapa karya yang cukup terkenal dari Ibnu
Khaldun.
a.
Kitab al’Ibar
(tujuh jilid) yang telah ia revisi dan ditambahnya beberapa bab baru di
dalamnya, nama kitab ini menjadi Al- ‘Ibar Wa Diwanul Mubtada’ awil Khabar fi
Ayyamil ‘Arab wal ‘Ajam wal Barbar wa Man ‘Asharahum min Dzawis Sulthan
AlAkbar. Kitab ini pernah diterjemahkan dan diterbitkan oleh De Slane pada
tahun 1863, dengan judul Les Prolegomenes d’Ibn Khaldoun.
b.
Muqaddimah Ibnu
Khaldun (pendahuluan atas kitab Al-‘Ibar yang bercorak sosiologis-historis, dan
filosofis).
c.
At-ta’rif bi Ibn
Khaldun (sebuah kitab autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya).
d.
Lubab
al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah kitab tentang permasalahan dan
pendapat-pendapat teologi, yang merupakan ringkasan dari kitab Muhassal Afkaar
al-Mutaqaddimiin wa alMuta’akh-khiriin karya Imam Fakhruddin ar-Razi).[11]
Salah satu sumbangan yang orisinal dari Ibnu Khaldun
adalah teorinya mengenai Ashabiyah dan perannya dalam pembentukan Negara,
kejayaan, dan keruntuhannya. Konsep ashabiyah ini merupakan poros utama dalam
teori-teori social Ibnu Khaldun. Khaldun tidak hanya menjelaskan konsep
ashabiyah sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, namun disamping itu juga
menghadapkannya dengan konsepkonsep yang telah ada dan berkembang pada waktu
itu. Ashabiyah lahir dari hubungan-hubungan darah (blood ties) dan ikatan yang
menumbuhkannya. Ikatan darah memunculkan perasaan cinta terhadap saudara dan
kewajiban untuk menolong dan melindungi mereka dari tindak kekerasan. Semakin
dekat hubungan darah dan seringnya kontak diantara mereka, maka ikatan-ikatan
dan solidaritas akan semakin kuat. Tetapi sebaliknya, semakin renggang hubungan
tersebut maka ikatan-ikatan tersebut akan semakin melemah.[12]
C.
Pemikiran Ibn Khaldun tentang Pendidikan Islam
Ilmu yang
pertama kali harus diajarkan kepada anak menurut Ibn Khaldun adalah ilmu Al
Qur’an, karena mengajarkan Al Qur’an termasuk syari’at agama Islam yang dipegang
teguh oleh para ulama dan nantinya akan menjadi pegangan hidup serta merupakan
asas dari ilmu-ilmu. Pengajaran yang diberikan sejak dini lebih mudah, karena
otak anak masih jernih. Oleh karena itu, Ibn Khaldun menyusun ilmu-ilmu naqli sesuai
manfaat dan kepentingan bagi peserta didik kepada beberapa ilmu, yaitu:[13]
1.
Al-Qur’an dan
Hadits
2.
Ulum al-Qur’an
3.
Ulum al-Hadits
4.
Ushul al-Fiqh
5.
Fiqh
6.
Ilmu al-Kalam
7.
Ilmu al-Tasawuf
8.
Ilmu Ta’bir al
Ru’ya
Ilmu-ilmu naqli hanya ditujukan untuk dipelajari
pemeluk Islam. Eksistensi ilmu berfungsi menasakhkan ilmu-ilmu dari setiap
agama yang lalu dan mengembangkan kebudayaan manusia secara dinamis.[14]
Ibn Khaldun berpendapat pendidikan tumbuh dan berkembang
dipengaruhi oleh peradaban. Berkenaan dengan ilmu pengetahuan, Ibn Khaldun
membaginya menjadi tiga macam, yaitu:[15]
1.
Ilmu lisan
(bahasa)
Ilmu lisan yaitu ilmu tentang tata bahasa
(gramatika) sastra atau bahasa yang tersusun secara puitis (sya’ir).
2.
Ilmu naqli
Ilmu naqli yaitu ilmu yang diambil dari kitab suci
dan sunnah Nabi. Ilmu ini berupa membaca kitab suci al Qur’an dan tafsirnya,
sanad dan hadits yang pentashihannya serta istimbat tentang kaidah-kaidah
fiqih. Ilmu ini mengajarkan tentang hukum-hukum Allah yang diwajibkan kepada
manusia.
3.
Ilmu ‘aqli
Ilmu ‘aqli yaitu ilmu yang menunjukkan manusia
dengan daya pikir atau kecerdasannya kepada filsafat dan semua ilmu
pengetahuan. Termasuk di dalam kategori ilmu
ini adalah ilmu mantiq (logika), ilmu alam, ilmu ketuhanan, ilmu teknik,
ilmu hitung, ilmu tingkah laku (behavior)
manusia, termasuk juga ilmu sihir dan ilmu nujum (perbintangan). Namun, ilmu
nujum dianggap ilmu yang fasid, karena ilmu ini dapat digunakan untuk
meramalkan segala kejadian sebelum terjadi atas dasar perbintangan. Hal ini
dianggap batil, karena berlawanan dengan ilmu tauhid.
Menurut Ibn Khaldun, mempelajari ilmu-ilmu aqli
dipandang sebagai sesuatu yang lumrah bagi manusia dan tidak hanya dimiliki
suatu agama. Ilmu-ilmu aqli bagi Ibn Khaldun dapat diketahui manusia melalui
proses berfikir dan meneliti, bukan berdasarkan wahyu dan sepantasnya
dipelajari serta dikuasai sebagian manusia. Hal ini disebuabkan, betapa
besarnya manfaat untuk kehidupan individu dan masyarakat.
[1]
Al-Jumbulati, Ali dan Abdul Futuh At-Tuwaanisi. Perbandingan Pendidikan Islam,
Cet.2 .(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002) hlm 174.
[2] Muhammad
bin Khaldun, AI-Allamah Abdurrahman. Mukaddimah lbnu Khaldun /Al-Allamah
Abdurrahman Muhammad bin Khaldun; Penerjemah: Masturi Ilham, Lc, Malik Supar,
Lc: dan Abidin Zuhri.; cet. I -Jakarta. Pustaka AI-Kautsar, 2011. Hlm. 1079
[3]
Firdaus
Syam, Pemikiran Politik Barat: Sejarah, Filsafat, Ideologi, dan Pengaruhnya
Terhadap Dunia Ke-3, Ed. 1, Cet. 2 (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), 67.
[4] Ramayulis
dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh
Pendidikan Islam Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia Islam dan Indonesia,
(Jakarta: Quantum Teaching, 2005) 19.
[5] Muhammad
bin Khaldun, AI-Allamah Abdurrahman. Mukaddimah lbnu Khaldun /Al-Allamah
Abdurrahman Muhammad bin Khaldun; Penerjemah: Masturi Ilham, Lc, Malik Supar,
Lc: dan Abidin Zuhri.; cet. I -Jakarta. Pustaka AI-Kautsar, 2011.hlm. 1080
[6]
Ibid. hlm. 1082-1083.
[7]
Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat
Pendidikan Islam Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya,
(Jakarta: Kalam Mulia, 2009),281.
[8] Muhammad
bin Khaldun, AI-Allamah Abdurrahman. Mukaddimah lbnu Khaldun /Al-Allamah
Abdurrahman Muhammad bin Khaldun; Penerjemah: Masturi Ilham, Lc, Malik Supar,
Lc: dan Abidin Zuhri.; cet. I -Jakarta. Pustaka AI-Kautsar, 2011.hlm 1086.
[9]
Abuddin nata, Filsafat Pendidikan Islam,
(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 175.
[10] https://media.neliti.com/media/publications/61892-ID-agama-menurut-ibn-khaldun.pdf,
10 Oktober 2018, 08:07 WIB.
[11]
Masturi Irham dkk, Ibnu Khaldun
Muqoddimah Ibnu Khaldun diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, Cet. Ketiga
(Jakarta: Pustaka alKautsar, 2011), xiv.
[12] https://media.neliti.com/media/publications/99229-ID-pemikiran-politik-ibnu-khaldun-dan-pembe.pdf.10
Oktober 2018, 09:19 WIB.
[13]
Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi
Tokoh Pendidikan Islam Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia Islam dan
Indonesia, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005) 22.
[14]
Ibid,23.
[15]
Abuddin nata, Filsafat Pendidikan Islam,
(Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 175.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar