Minggu, 10 Februari 2019

Ibn Khaldun


A.    Identitas dan Riwayat Hidup Ibn Khaldun
Ibnu Khaldun hidup pada periode akhir dari dinasti Malmuk, yaitu periode sejarah keruntuhan peradaban Islam di Bagdad karena serangan bangsa Tartar pada tahun 654 H sampai 923 H. pada periode itulah dinasti Usmani menakhlukkan Mesir dan mengusirnya. Oleh karena itu, secara berangsur kekuasaan pemerintahan Arab beserta peradabannya berpindah dari Bagdad ke Kairo, sehingga kota Kairo menjadi pusat peradaban Islam yang berkembang pesat, terhindar dari kekejaman bangsa Tartar seperti yang terjadi di Bagdad dan Syam (Siria).[1]
Nasab Ibnu Khaldun digolongkan kepada Muhammad ibnu Muhammad ibnu Hasan ibnu Jabir ibnu Muhammad ibnu Ibrahim ibnu ‘Abd Al Rahman ibnu Khalid. Namun lebih dikenal sebagai Ibnu Khaldun. Nama aslinya adalah Abdurrahman ibnu Khaldun Al-Magribi Al-Hadrami Al-Maliki. Digolongkan kepada al-Magribi, karena lahir dan dibesarkan di Magrib kota Tunis, dijuluki Al-Hadrami karena keturunannya berasal dari Hadramaut Yaman, dan dikatakan al-Maliki karena ia menganut madzab Imam Malik. Gelar Abu Zaid diperoleh dari nama anaknya yang tertua Zaid. Panggilan Wali Ad-Din diperolehnya setelah menjadi hakim di Mesir.[2]
Keluarga Ibnu Khaldun awalnya tinggal di Isbilih yang terletak di bagian wilayah Andalusia, pada masa pemerintahan Bani ‘Abbad. Abdullah Abd al-Rahman Abu Zayd Ibn Muhammad Ibn Khaldun lahir di Tunisia pada bulan Ramadhan 732 H/1332 M. Lahir ditengah-tengah keluarga ilmuan dan tokoh pemerintahan. Oleh karena itu, Ibnu Khaldun memperoleh dua orientasi yang kuat: pertama, cinta belajar dan ilmu pengetahuan. Kedua, cinta jabatan dan pangkat. Kedua faktor tersebut sangat menentukan dalam perkembangan pemikirannya.
Beliau dikenal dengan nama Ibnu Khaldun karena dihubungkan dengan garis keturunan kakeknya yang kesembilan, yaitu Khalid bin Usman. Kakeknya ini merupakan orang pertama yang memasuki negeri Andalusia bersama para penakluk berkebangsaan Arab. Sesuai dengan kebiasaan orangorang Andalusia dan Maghribi yang terbiasa menambahkan huruf wow ( و) dan nun ( ن) dibelakang nama-nama orang terkemuka sebagai penghormatan dan takzim, maka nama Khalid pun berubah kata menjadi Khaldun.[3]
Ibn Khaldun dimulai pada usia yang dini, dengan pengajaran yang ketat dari guru pertamanya, yaitu orangtuanya sendiri dengan membaca al-Qur’an. Kemudian belajar dari sarjana-sarjana terkenal pada waktu itu tentang Hadits, Fikih, Sastra dan Nahu Sharaf. Tunisia pada waktu itu merupakan pusat ulama dan sastrawan di daerah Magrib. Umur 20 tahun bekerja sebagai sekretaris Sultan Fez di Maroko. Sekian banyak pendidik tempat Ibn Khaldun menimba ilmu, ada dua orang yang dianggap paling berjasa terhadapnya yaitu: Syaikh Muhammad Ibn Ibrahim al-Abili dalam ilmu-ilmu filsafat dan Syaikh Abd. Al-Muhaimin Ibn al-Hadrami dalam ilmu-ilmu agama.  Akan tetapi adanya wabah pes yang dasyat pada tahun 749 H mengakibatkan tidak dapat melanjutkan studinya. Bahkan dalam peristiwa tersebut, Ibn Khaldun kehilangan kedua orangtua serta beberapa orang pendidik akibat wabah pes.[4]
Wafatnya kedua orangtua Ibnu Khaldun saat ia masih remaja merupakan salah satu faktor yang dapat mengurangi keterikatannya terhadap keluarga dan tempat kediamannya serta membuka kesempatan baginya untuk berkelana dan terjun ke dunia politik di berbagai pelosok Magrib (Maroko).[5]
Kehidupan Ibnu Khaldun dapat dibagi kepada empat periode dimulai sejak ia berada di Tunisia sampai meninggal di Kairo dan setiap periode mempunyai ciri tersendiri:[6]
1.      Periode pertumbuhan, belajar dan menuntut ilmu (732-751 H) selama 20 tahun, seluruhnya dihabiskannya di Tunisia. Pada periode ini Ibnu Khaldun berhasil menyelesaikan studinya dan memperoleh beberapa ijazah ilmiah.
2.      Periode bekerja pada jabatan-jabatan administrasi, sekretaris dan politik (751-776 H). Selama lebih kurang 25 tahun ia berkelana di negeri-negeri Magrib dan di beberapa negeri Andalus bekerja pada jabatan jabatan pemerintah dalam bidang administrasi, sekretaris, dan politik.
3.      Periode ’uzlah (mengasingkan diri) menulis dan mengadakan penelitian (776-784 H). Pada periode ini Ibnu Khaldun berhasil menulis karyanya yang terkenal ’Mukaddimah Ibnu Khaldun’.
4.      Periode mengajar dart menjadi hakim (784-808 H). Pada periode ini Ibnu Khaldun meninggalkan kehidupan politik seluruhnya dihabiskan di Mesir. Ia berhasil menjabat jabatan hakim sebanyak enam kali, di samping menjadi tenaga pengajar di Al-Azhar dan di sekolah-sekolah lain di Mesir.
Tahun 1362 Ibn Khaldun menyeberang ke Spanyol dan bekerja pada raja Granada. Beliau menjadi utusan raja untuk berunding dengan Pedro (raja Granada)  dan raja Stevilla. Berkat kecakapannya, beliau ditawari bekerja oleh para penguasa kristen saat itu. Sebagai imbalannya, tanah-tanah bekas milik keluarganya dikembalikan kepadanya. Akhirnya, keputusan tawaran untuk bekerja jatuh pada raja Granada. Tidak lama tinggal di Granada. Beliau kembali ke Afrika dan diangkat menjadi perdana Menteri oleh Sultan al-Jazair. Tahun 1362-1375 terjadi pergolakan politik, menyebabkan Ibn Khaldun terpaksa mengembara ke Maroko dan Spanyol[7].
Ibnu Khaldun melaksanakan ibadah haji pada tahun 1382, kemudian berangkat ke Iskandariah dan ke Mesir. Setelah kepindahannya di Mesir,  beliau diangkat menjadi Ketua Mahkamah Agung pada masa pemerintahan Dinasti Mamluk. Ibnu Khaldun selain dikenal sebagai filosof juga dikenal sebagai sosiolog yang memiliki perhatian besar terhadap bidang pendidikan. Mesir tahun 1406, tepat diumur 74 tahun beliau meninggal.

B.     Pemikiran Ibn Khaldun secara Umum
Ibn Khaldun adalah ilmuwan Muslim yang tetap kreatif menghidupkan khazanah intelektualisme Islam pada periode Pertengahan. Ibn Khaldun dalam lintasan sejarah tercatat sebagai ilmuwan muslim pertama yang serius menggunakan pendekatan sejarah (historis) dalam wacana keilmuan Islam.
Ibnu Khaldun adalah sejarawan dan bapak sosiologi Islam yang hafal Al-Qur‘an sejak usia dini. Ibnu Khaldun juga dikenal sebagai ahli politik Islam, dan bapak Ekonomi Islam, karena pemikiran-pemikirannya tentang teori ekonomi yang logis dan realistis jauh telah dikemukakannya sebelurn Adam Smith (1723-1790) dan David Ricardo (1772-1823) mengemukakan teori-teori ekonominya. Bahkan ketika memasuki usia remaja, tulisan' tulisannya sudah menyebar ke mana-mana. Tulisan-tulisan dan pemikiran Ibnu Khaldun terlahir karena studinya yang sangat dalam, pengamatan terhadap berbagai masyarakat yang dikenalnya dengan ilmu dan pengetahuan yang luas, serta ia hidup di tengah-tengah mereka dalam pengembaraannya yang luas pula.[8]
Ibn Khaldun melihat manusia tidak terlalu menekankan pada segi kepribadiannya, sebagaimana yang dibicarakan para filosof, tetapi beliau lebih melihat kepada hubungan dan interaksi dengan kelompok-kelompok yang ada di masyarakat. Hal ini membuat Ibn Khaldun dianggap sebagai salah seorang pendiri sosiologi dan antropologi. Menurut Ibnu Khaldun, manusia berbeda dengan makhluk lainnya. Perbedaan terletak pada manusia memiliki pemikiran yang dapat menolong dirinya untuk menghasilkan kebutuhan hidupnya, juga memiliki sikap hidup bermasyarakat yang dapat membentuk suatu masyarakat yang antara satu dengan yang lainnya saling menolong. Selain itu, menurut Ibn Khaldun dalam proses belajar manusia selain  bersungguh-sungguh juga harus memiliki bakat. Mencapai pengetahuan yang bermacam-macam selain memiliki ketekunan juga memiliki bakat.
Selanjutnya Ibnu Khaldun beranggapan bahwa pertumbuhan pendidikan dan ilmu pengetahuan dipengaruhi oleh peradaban. Dilihat pada Negara Qairawan dan Cordova terdapat pertumbuhan ilmu, pabrik, dan pasar yang tersusun rapi. Keadaan ini akan mempengaruhi terhadap corak pendidikannya.[9]
Sebagai seorang Filosof Muslim pemikiran Ibnu Khaldun sangatlah rasional dan banyak berpegang kepada logika. Sementara itu, pandangan lain menyatakan bahwa ibnu Khaldun mendapat pengaruh dari ibnu Rusyd (1126-1198 M.) dalam masalah hubungan antara filsafat dan agama.namun, ada ciri utama yang sangat khas dari pemikiran Ibnu Khaldun yaitu ia berhasil menyatukan pemikiran yang sangat berbeda dari pemikiran filsafat al-Ghazali dan Ibnu Rusyd. Semua hasil pemikiran dari Ibnu Khaldun adalah hasil dari kondisi sosio-kultural yang ada pada masanya. Al- Muqaddimah, pendahuluan bagi kitab al-‘Ibar merupakan perasaan dari hasil renungan teoritisnya, plus pengalaman empirisnya sebagai tokoh yang terlibat langsung dalam intrik-intrik politik Afrika utara dan Granada. Corak pemikirannya yang rasionalistik-empiristiksufistik kiranya telah dijhadikan dasar pijakan dalam membangun teori- teori sejarahnya.[10]
Beberapa karya yang cukup terkenal dari Ibnu Khaldun.
a.    Kitab al’Ibar (tujuh jilid) yang telah ia revisi dan ditambahnya beberapa bab baru di dalamnya, nama kitab ini menjadi Al- ‘Ibar Wa Diwanul Mubtada’ awil Khabar fi Ayyamil ‘Arab wal ‘Ajam wal Barbar wa Man ‘Asharahum min Dzawis Sulthan AlAkbar. Kitab ini pernah diterjemahkan dan diterbitkan oleh De Slane pada tahun 1863, dengan judul Les Prolegomenes d’Ibn Khaldoun.
b.    Muqaddimah Ibnu Khaldun (pendahuluan atas kitab Al-‘Ibar yang bercorak sosiologis-historis, dan filosofis).
c.    At-ta’rif bi Ibn Khaldun (sebuah kitab autobiografi, catatan dari kitab sejarahnya).
d.   Lubab al-Muhassal fi Ushul ad-Diin (sebuah kitab tentang permasalahan dan pendapat-pendapat teologi, yang merupakan ringkasan dari kitab Muhassal Afkaar al-Mutaqaddimiin wa alMuta’akh-khiriin karya Imam Fakhruddin ar-Razi).[11]
Salah satu sumbangan yang orisinal dari Ibnu Khaldun adalah teorinya mengenai Ashabiyah dan perannya dalam pembentukan Negara, kejayaan, dan keruntuhannya. Konsep ashabiyah ini merupakan poros utama dalam teori-teori social Ibnu Khaldun. Khaldun tidak hanya menjelaskan konsep ashabiyah sebagai sesuatu yang berdiri sendiri, namun disamping itu juga menghadapkannya dengan konsepkonsep yang telah ada dan berkembang pada waktu itu. Ashabiyah lahir dari hubungan-hubungan darah (blood ties) dan ikatan yang menumbuhkannya. Ikatan darah memunculkan perasaan cinta terhadap saudara dan kewajiban untuk menolong dan melindungi mereka dari tindak kekerasan. Semakin dekat hubungan darah dan seringnya kontak diantara mereka, maka ikatan-ikatan dan solidaritas akan semakin kuat. Tetapi sebaliknya, semakin renggang hubungan tersebut maka ikatan-ikatan tersebut akan semakin melemah.[12]

C.    Pemikiran Ibn Khaldun tentang Pendidikan Islam
Ilmu yang pertama kali harus diajarkan kepada anak menurut Ibn Khaldun adalah ilmu Al Qur’an, karena mengajarkan Al Qur’an termasuk syari’at agama Islam yang dipegang teguh oleh para ulama dan nantinya akan menjadi pegangan hidup serta merupakan asas dari ilmu-ilmu. Pengajaran yang diberikan sejak dini lebih mudah, karena otak anak masih jernih. Oleh karena itu, Ibn Khaldun menyusun ilmu-ilmu naqli sesuai manfaat dan kepentingan bagi peserta didik kepada beberapa ilmu, yaitu:[13]
1.      Al-Qur’an dan Hadits
2.      Ulum al-Qur’an
3.      Ulum al-Hadits
4.      Ushul al-Fiqh
5.      Fiqh
6.      Ilmu al-Kalam
7.      Ilmu al-Tasawuf
8.      Ilmu Ta’bir al Ru’ya
Ilmu-ilmu naqli hanya ditujukan untuk dipelajari pemeluk Islam. Eksistensi ilmu berfungsi menasakhkan ilmu-ilmu dari setiap agama yang lalu dan mengembangkan kebudayaan manusia secara dinamis.[14]
Ibn Khaldun berpendapat pendidikan tumbuh dan berkembang dipengaruhi oleh peradaban. Berkenaan dengan ilmu pengetahuan, Ibn Khaldun membaginya menjadi tiga macam, yaitu:[15]
1.      Ilmu lisan (bahasa)
Ilmu lisan yaitu ilmu tentang tata bahasa (gramatika) sastra atau bahasa yang tersusun secara puitis (sya’ir).
2.      Ilmu naqli
Ilmu naqli yaitu ilmu yang diambil dari kitab suci dan sunnah Nabi. Ilmu ini berupa membaca kitab suci al Qur’an dan tafsirnya, sanad dan hadits yang pentashihannya serta istimbat tentang kaidah-kaidah fiqih. Ilmu ini mengajarkan tentang hukum-hukum Allah yang diwajibkan kepada manusia.
3.      Ilmu ‘aqli
Ilmu ‘aqli yaitu ilmu yang menunjukkan manusia dengan daya pikir atau kecerdasannya kepada filsafat dan semua ilmu pengetahuan. Termasuk di dalam kategori ilmu  ini adalah ilmu mantiq (logika), ilmu alam, ilmu ketuhanan, ilmu teknik, ilmu hitung, ilmu tingkah laku (behavior) manusia, termasuk juga ilmu sihir dan ilmu nujum (perbintangan). Namun, ilmu nujum dianggap ilmu yang fasid, karena ilmu ini dapat digunakan untuk meramalkan segala kejadian sebelum terjadi atas dasar perbintangan. Hal ini dianggap batil, karena berlawanan dengan ilmu tauhid.
Menurut Ibn Khaldun, mempelajari ilmu-ilmu aqli dipandang sebagai sesuatu yang lumrah bagi manusia dan tidak hanya dimiliki suatu agama. Ilmu-ilmu aqli bagi Ibn Khaldun dapat diketahui manusia melalui proses berfikir dan meneliti, bukan berdasarkan wahyu dan sepantasnya dipelajari serta dikuasai sebagian manusia. Hal ini disebuabkan, betapa besarnya manfaat untuk kehidupan individu dan masyarakat.



[1] Al-Jumbulati, Ali dan Abdul Futuh At-Tuwaanisi. Perbandingan Pendidikan Islam, Cet.2 .(Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2002) hlm 174.
[2] Muhammad bin Khaldun, AI-Allamah Abdurrahman. Mukaddimah lbnu Khaldun /Al-Allamah Abdurrahman Muhammad bin Khaldun; Penerjemah: Masturi Ilham, Lc, Malik Supar, Lc: dan Abidin Zuhri.; cet. I -Jakarta. Pustaka AI-Kautsar, 2011. Hlm. 1079
[3] Firdaus Syam, Pemikiran Politik Barat: Sejarah, Filsafat, Ideologi, dan Pengaruhnya Terhadap Dunia Ke-3, Ed. 1, Cet. 2 (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), 67.
[4] Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia Islam dan Indonesia, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005) 19.
[5] Muhammad bin Khaldun, AI-Allamah Abdurrahman. Mukaddimah lbnu Khaldun /Al-Allamah Abdurrahman Muhammad bin Khaldun; Penerjemah: Masturi Ilham, Lc, Malik Supar, Lc: dan Abidin Zuhri.; cet. I -Jakarta. Pustaka AI-Kautsar, 2011.hlm. 1080
[6] Ibid. hlm. 1082-1083.
[7] Ramayulis dan Samsul Nizar, Filsafat Pendidikan Islam Telaah Sistem Pendidikan dan Pemikiran Para Tokohnya, (Jakarta: Kalam Mulia, 2009),281.
[8] Muhammad bin Khaldun, AI-Allamah Abdurrahman. Mukaddimah lbnu Khaldun /Al-Allamah Abdurrahman Muhammad bin Khaldun; Penerjemah: Masturi Ilham, Lc, Malik Supar, Lc: dan Abidin Zuhri.; cet. I -Jakarta. Pustaka AI-Kautsar, 2011.hlm 1086.
[9] Abuddin nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 175.
[11] Masturi Irham dkk, Ibnu Khaldun Muqoddimah Ibnu Khaldun diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, Cet. Ketiga (Jakarta: Pustaka alKautsar, 2011), xiv.
[12] https://media.neliti.com/media/publications/99229-ID-pemikiran-politik-ibnu-khaldun-dan-pembe.pdf.10 Oktober 2018, 09:19 WIB.
[13] Ramayulis dan Samsul Nizar, Ensiklopedi Tokoh Pendidikan Islam Mengenal Tokoh Pendidikan Islam di Dunia Islam dan Indonesia, (Jakarta: Quantum Teaching, 2005) 22.
[14] Ibid,23.
[15] Abuddin nata, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Logos Wacana Ilmu, 1997), 175.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar