LAPORAN PENELITIAN SEJARAH
CANDI PARI DAN DAN CANDI SUMUR DI SIDOARJO
JAWA TIMUR
Di
Susun untuk Memenuhi Tugas Konsep Dasar IPS
Dosen
Pengampu
Rifki
Afandi, M.Pd
Disusun
Oleh:
1.
Adam
Varought Magfiro 128620600065
2.
Eny
Muflihah 128620600081
3.
Linda
Putri R.W. 128620600024
4.
Mei
Desita Sari 128620600074
5.
Mifta
Chul Jannah 128620600061
6.
Suci
Wulandari 128620600022
7.
Umi
Nur Damayanti 128620600084
8.
Wiwin
Dwi A. 128620600056
9.
Wuwut
Wulandari 128620600001
Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD)
FAKULTAS
KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS
MUHAMMADIYAH SIDOARJO
2013
KATA PENGANTAR
Puji syukur
panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat taufik serta
hidayah-Nya. Sehingga penelitian
ini bisa terselesaikan sesuai target.
Penelitian ini
disusun dengan judul “Laporan
Penelitian Sejarah
Candi Pari Dan dan Candi Sumur Di Sidoarjo
Jawa Timur”, hal ini untuk
menambah pengalaman, wawasan, dan pengetahuan tentang sejarah candi pari dan candi sumur.
Dalam penyusunan penelitian ini,
banyak pihak yang berperan. Oleh sebab itu, penulis menyampaikan terima kasih
kepada dosen pembimbing yaitu: Bapak Rifki Afandi, M.Pd beserta teman-teman yang telah
memotivasi.
Tak ada gading
yang tak retak, jika ada kesalahan dalam penulisan sebagai penulis mohon kritik
dan saran yang membangun agar penulisan penelitian ini lebih sempurna. Dan makalah ini dapat
bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.
Sidoarjo,
16 Mei 2013
Tim Penyusun
DAFTAR
ISI
Cover.........................................................................................................................
Kata
Pengantar........................................................................................................
Daftar
Isi...................................................................................................................
BAB
I Pendahuluan................................................................................................
A.
Latar
Belakang Sejarah Candi Pari dan Candi Sumur...................................
B.
Identifikasi
Masalah......................................................................................
C.
Tujuan
Penulisan............................................................................................
D.
Manfaat
Penelitian.........................................................................................
E.
Metode
Penelitian..........................................................................................
F.
Teknik Pengumpulan Data............................................................................
BAB
II Tinjauan Pustaka.......................................................................................
A.
Definisi
Candi Pari dan Candi Sumur...........................................................
B.
Sejarah Candi Pari dan Candi Sumur............................................................
C.
Struktur dan Kegunaan Bangunan................................................................
D.
Ornamen........................................................................................................
E.
Benda yang tersimpan di Candi
Pari.............................................................
BAB
III Metodologi Penelitian...............................................................................
A.
Heuristik
(Mengumpulkan Data)...................................................................
B.
Kritik
(Verifikasi)..........................................................................................
C.
Interpretasi
(Penafsiran).................................................................................
D.
Historiografy (Penulisan
Sejarah)..................................................................
BAB
IV Penutup......................................................................................................
A.
Simpulan........................................................................................................
B.
Saran .............................................................................................................
Daftar
Pustaka.........................................................................................................
Lampiran
Foto.........................................................................................................
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Sejarah Candi Pari dan Candi Sumur
Salah satu cagar budaya yang bisa dikatakan utuh sampai sekarang adalah
Candi Pari. Candi yang terletak di kecamatan Porong ini dibangun pada jaman
Majapahit atau seperti yang tertulis pada 1293 C (1371 M). Candi Pari yang
terletak diketinggian 4,42 meter diatas permukaan air laut ini memiliki luas
area mencapai 1310 meter persegi.
Candi Pari dan Candi Sumur didirikan untuk mengenang Jaka Pandelegan dan
istrinya yang menghilang muksa (hilang tanpa jejak). Jaka Pandelegan yang
menghilang di lumbung padi yang sekarang menjadi candi dan diberi nama Candi
Pari. Sedangkan, istrinya Nyai Loro Walang
Sangit
menghilang disekitar sumur yang sekarang disebut Candi Sumur.
B.
Identifikasi
Masalah
Berdasarkan latar belakang terbentuknya candi pari dan candi sumur dapat dirumuskan suatu masalah yaitu
bagaimana sejarah terbentuknya Candi
Pari
dan Candi Sumur.
C.
Tujuan
Penulisan
Tujuan melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah
terbentuknya Candi Pari dan
Candi Sumur.
D.
Manfaat
Penelitian
Manfaat adanya penelitian ini antara lain:
1. Manfaat
Akademik
Secara akademik atau teoritis penelitian sejarah akan
memberikan kontribusi yang sangat besar pada perkembangan dunia pendidikan.
2. Manfaat
Praktis
Secara praktis manfaat penelitian sejarah
ini dapat memberikan bekal dan tambahan
pengetahuan terutama tantang Candi
Pari dan Candi Sumur.
E.
Metode
Penelitian
Dalam
melakukan kegiatan penelitian sejarah digunakan langkah-langkah sebagai
berikut:
1. HEURISTIK
(Pengumpulan Data)
Heuristik merupakan langkah awal dalam
penelitian sejarah untuk berburu dan mengumpulkan berbagi sumber data yang terkait
dengan masalah yang sedang diteliti. Misalnya
dengan melacak sumber sejarah tersebut dengan meneliti berbagai dokumen,
mengunjungi situs sejarah, mewawancarai para saksi sejarah.
2. KRITIK (Verifikasi)
Kritik merupakan kemampuan menilai sumber-sumber sejarah yang telah dicari
(ditemukan). Kritik sumber sejarah meliputi kritik ekstern dan kritik intern.
a. Kritik
Ekstern
Kritik ekstern didalam penelitian ilmu sejarah umumnya menyangkut keaslian atau
keautentikan bahan yang digunakan dalam pembuatan sumber sejarah, seperti
prasasti, dokumen, dan naskah.Bentuk penelitian yang dapat dilakukan sejarawan,
misalnyatentang waktu pembuatan dokumen itu (hari dan tanggal) atau penelitian
tentang bahan (materi) pembuatan dokumen itu sndiri.Sejarawan dapat juga
melakukan kritik ekstern dengan menyelidiki tinta untuk penulisan dokumen guna
menemukan usia dokumen. Sejarawan dapat pula melakukan kritik ekstern dengan
mengidentifikasikan tulisan tangan, tanda tangan, materai, atau jenis hurufnya.
b. Kritik
Intern
Kritik Intern merupakan penilaian keakuratan atau keautentikan terhadap
materi sumber sejarah itu sendiri. Didalam proses analisis terhadap suatu
dokumen, sejarawan harus selalu memikirkan unsur-unsur yang relevan di dalam
dokumen itu sendiri secara menyeluruh. Unsur dalam dokumen dianggap relevan
apabila unsur tersebut paling dekat dengan apa yang telah terjadi, sejauh dapat
diketahui berdasarkan suatu penyelidikan kritis terhadap sumber-sumber terbaik
yang ada.
3. INTERPRETASI
(penafsiran)
Interfretasi adalah menafsirkan fakata sejarah dan merangkai fakta tersebut
hingga menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk akal. Dari berbagi fakta
yang ada kemudian perlu disusun agar mempunyai bentuk dan struktur. Fakta yang
ada ditafsirkan sehingga ditemukan struktur logisnya berdasarkan fakta yang
ada, untuk menghindari suatu penafsiran yang semena-mena akibat pemikiran yang
sempit. Bagi sejarawan akademis, interpretasi yang
bersifat deskriptif saja belum cukup.
Dalam perkembangan terakhir, sejarawan masih dituntut untuk mencari landasan
penafsiran yang digunkan.
4. HISTORIOGRAFY
(Penulisan Sejarah)
Historiogray adalah proses
penyusunan fakta-fakta sejarah dan berbagai sumber yang telah diseleksi dalam
sebuah bentuk penulisan sejarah. Setelah melakukan penafsiran terhadap
data-data yang ada, sejarawan harus sadar bahwa tulisan itu bukan hanya sekedar
untuk kepentingan dirinya, tetapi juga untuk dibaca orang lain. Oleh karena itu, perlu
dipertimbangkan struktur dan gaya bahasa penulisannya. Sejarawan harus
menyadari dan berusaha agar orang lain dapat mengerti pokok-pokok pemikiran
yang diajukan.
F.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Studi
pustaka
Sebagai penunjang dalam
memperkaya laporan, kami menggunakan beberapa literatur yang sesuai dengan tema
pada penelitian ini. Studi pustaka ini akan memberikan berbagai sumber pengetahuan
dalam penyusunan laporan.
2. Observasi
Dalam melaksanakan penelitian mengenai Candi Pari dan
Candi Sumur, dilakukan
pengamatan langsung terhadap objek kajian. Didalam prakteknya kami berusaha
mencari informasi secara langsung pada objek.
3. Wawancara
Wawancara merupakan sebuah metode pengumpulan data yang
sangat penting karena dapat mengetahui pandangan masyarakat mengenai hal-hal
yang berhubungan dengan Candi Pari dan Candi Sumur.
4. Dokumentasi
Dokumentasi dalam bentuk foto sangat membantu dalam proses
penyusunan laporan. Oleh karena itu, dirasa sangat penting mengabadikan
kejadian yang terjadi di objek lapangan.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
A.
Definisi
Candi Pari dan Candi Sumur
Candi
pari dan Candi Sumur terletak
di dusun candi pari wetan, desa candi pari, kecamatan porong, kabupaten
sidoarjo. Candi Pari berdiri
diatas tanah seluas 1310 m2, sedangkan Candi Sumur berada diatas
lahan seluas 315 m2 pada ketinggian ±4,42 m
dari permukaan laut. Lokasi candi pari dikelilingi oleh pemukiman penduduk.
B.
Sejarah Candi Pari dan Candi Sumur
Pada zaman
dahulu kala, ada seorang yang bernama Kyai Gede Penanggungan yang hidup di
pegunungan. Ia mempunyai adik perempuan janda yang bertempat tinggal di desa
Injingan. Kyai Gede Penanggungan memiliki dua anak perempuan. Yang sulung
bernama Nyai Loro Walang Sangit dan yang bungsu bernama Nyai Loro Walang Angin,
keduanya tinggal dirumah Kyai Gede Penanggungan. Sedangkan adiknya janda
Injingan mempunyai seorang anak laki-laki bernama Joko Walang Tinunu. Setelah
dewasa, ia amat tampan dan hormat kepada ibunya.
Pada suatu hari,
ia menanyakan pada ibunya siapakah ayahnya, tetapi ibunya tidak menjawab
danhanya berkata, “kamu tidak memiliki ayah, sedangkan Kyai Gede Penanggungan
adalah kakak saya”. Kemudian Jaka Walang Tinunu minta ijin pada ibunya membuka
hutan untuk tempat tinggal dan penggarapan sawah. Permintaannya dikabulkan oleh
ibunya, maka berangkatlah Jaka Walang Tinunu disertai kedua orang temannya,
yaitu Satim dan Sebalong untuk menuju ke Dukuh Kedungras (Desa Kesambi
sekarang). Setelah menetap disana, tanpa suatu rintangan apapun mereka mulai
membabat rimba di Kedung Soko arah utara Kedungras dan arah selatan Desa Candi
Pari.
Beberapa waktu
kemudian pada suatu malam teman-teman Jaka Walang Tinunu dengan
sepengetahuannya memasang wuwu (sejenis alat penangkap ikan yang terbuat dari
bambu) di kali Kedung Soko. Esok harinya wuwu diambil dan ternyata berhasil
menagkap seekor ikan gabus yang dinamakan Deleg. Betapa gembiranya si Sebalong
lalu ditunjukkannya kepada Jaka Walang Tinunu dan Satim. Seperti layaknya
manusia dan menerangkan bahwa ia sebenarnya bukan ikan, tapi seorang manusia.
Bahwa dulu, ia bernama Sapu Angin yang mengabdi pada petapa dari gunung
Pamucangan dan ia berdosa kepada petapa itu, karena pernah mempunyai keinginan
untuk menjadi raja. Dan ia diperkenankan menjadi Raja Ikan. Dengan demikian,
berubahlah ia menjadi ikan sampai detik masuk kewuwu. Waktu mendengar riwayat
Deleg, maka terharulah Jaka Walang Tinunu dan berkata, “barang siapa berasal
dari manusia kembalilah menjadi manusia”. Dan seketika itu, ikan Deleg berubah
menjadi manusia yang hampir setampan dengan Jaka Walang Tinunu. Lalu ia diberi
nama Jaka Pandelegan dan dianggap sebagai adik dari Jaka Walang Tinunu.
Setelah itu,
mereka bersama-sama membuka tanah dan setiap hari mengolah tanah untuk lahan
pertanian. Kemudian Jaka Walang Tinunu memikirkan soal bibit, tetapi menemui
jalan buntu, sebab ia sangat miskin dan tidak punya apa-apa untuk membeli
keperluan menggarap sawah. Namun, ia teringat dengan perkataan ibunya dulu
tentang Kyai Gede Penanggungan. Tetapi ia tidak berani menyampaikan isi hatinya
kepada Kyai Gede Penanggungan. Oleh karena itu, permohonannya tentang bibit
padi disampaikan kepada Nyai Gede yang selanjutnya disampaikan pada suaminya.
Namun, Kyai Gede tidak percaya bahwa bibit itu akan dipergunakan untuk
bersawah.
Sebaliknya,
waktu kedatangan Jaka Walang Tinunu dan Jaka Pandelegan kedua putri Kyai Gede
Penanggungan timbul asmara didada melihat kesopanan dan ketampanan kedua pemuda
itu. Baru pertama kali kedua gadis tersebut melihat pemuda yang begitu sopan
dan tampan.
Jaka Walang
Tinunu dan Jaka Pandelegan sangat kecewa, karena permohonannya tidak dikabulkan.
Mereka hanya diberi Mendang yang apabila disebarkan tidak akan tumbuh. Lalu
kedua putrinya disuruh untuk mengambilkan Mendang tersebut, karena kedua
putrinya menaruh hati maka kesempatan ini tidak disia-siakan untuk mencampur
bibit padi dengan Mendang yang akan diberikan itu. Lalu diserahkan kepada kedua
pemuda itu dan Kyai Gede mengatakan, “itulah bibitnya”.
Setelah menerima
Mendang satu karung, mereka mohon diri. Dan kedua putrinya sudah terlanjur
mencintainya, maka keduanya mohon ijin kepada orang tuanya untuk ikut dengan
kedua pemuda itu, tetapi tidak diperkenankan. Akhirnya, kedua putri Kyai Gede
Penanggungan hanya memesan kepada kedua pemuda itu agar saat menanam padi untuk
memberitahukan kepada Kyai Gede.
Setibanya
dirumah, secepatnya Mendang tersebut disebarkan disawah dengan mendapatkan
ejekan dari Sebalong dan Satim, karena yang disebarkan itu tidak mungkin dapat
tumbuh. Namun, Jaka Walang Tinunu dan Jaka Pandelegan percaya apa yang
diucapkan oleh Kyai Gede Penanggungan tersebut.
Ternyata
tumbuhnya sangat baik, benar-benar seperti bibit yang sesungguhnya. Waktu
pemindahan tanaman tiba, Jaka Walang Tinunu dan Jaka Pandelegan datang lagi
pada Kyai Gede untuk meminta ijin agar sekeluarga dapat membantu memetik padi.
Namun, permohonannya tidak dikabulkan dan Kyai Gede malah marah dengan dalil
bahwa kedua putrinya akan dipinang oleh Raja Blambangan. Padahal keduanya sudah
sama-sama mencintai, lalu kedua pemuda tersebut kembali pulang. Dan diam-diam
kedua putri Kyai Gede melarikan diri menyusul kedua pemuda tersebut. Nyai Loro
Walang Angin ingin menjadi istri Jaka Pandelegan dan Nyai Loro Walang Sangit
ingin jadi istri Jaka Walang Tinunu. Akhirnya, keduanya dapat bertemu dengan
pemuda itu ditengah jalan dan melanjutkan perjalanan ke Kedung Soko.
Setelah Nyai
Gede mengetahui kedua putrinya tidak ada, lalu beliau memberitahukan kepada
Kyai Gede suaminya. Lalu mereka mengejar kedua putrinya itu dan bertemu
ditengah perjalanan. Mereka diberhentikannya dan kedua putrinya dipaksa untuk
kembali kerumah, tetapi ditolaknya. Sedangkan kedua pemuda itu tidak
menghiraukannya, karena kadua anaknya ikut atas kemauannya sendiri. Maka
terjadilah pertengkaran yang berakhir dengan kekalahan dipihak Kyai Gede.
Sehingga, Kyai Gede terpaksa pulang kembali tanpa disertai kedua putrinya.
Sedangkan mereka berempat melanjutkan perjalanan kembali ke Kedung Soko.
Waktu tanaman
berusia 45 hari, sawah kekurangan air sehingga Jaka Walang Tinunu menyuruh Jaka
Pandelegan menyelidiki aliran air. Ketika sampai ditengah sawah ia berpapasan
dengan orang tua yang memerintahkan agar Jaka Pandelegan menghentikan
perjalanannya, yang menyebabkan ia murka. Saat ia akan memukul orang tua
tersebut, sebelum memukul ia lalu jatuh pingsan. Ketika sadar, sangatlah takut
dan ia menanyakan tentang namanya.
Kemudian, orang tua tersebut menjawab,
“saya pelindung semua air”. Orang tua tersebut juga memberikan nama kepada Jaka
Pandelegan dengan nama Dukut Banyu, dan
berkata, “kalau kamu sudah selesai bertanam adakanlah selamatan apabila sawah
kamu ingin berhasil dengan baik”. Setelah itu, orang tua itu menghilang. Waktu
Jaka Pandelegan datang kembali ke sawahnya, ternyata sudah penuh dengan air
yang melimpah sampai panen tiba.
Menurut
“Shohibul Hikayat” tentang pemotongan padi, karena luasnya sawah dan baiknya
jenis tanaman, maka orang dari segala penjuru datang untuk ikut derep (memotong
padi). Diceritakan juga bahwa bagian muka dipotong, bagian belakang yang baru
saja dipotong sudah kelihatan ada tanaman padi yang sudah menguning, sehingga
tidak ada habis-habisnya. Adapun hasil panenan ditumpuk di penangan. Justru
tempat penangan tersebut tepat di tempat Candi Pari berdiri sekarang ini, dan
betapa banyakknya padi di penangan itu.
Sementara waktu
Kerajaan Majapahit mengalami paceklik. Pertanian gagal dan banyak petani yang
sakit. Lumbung padi dalam keraton yang biasanya penuh menjadi kosong, karena
luasnya sawah yang kena penyakit dan gagal panen.
Ketika Prabu
Hayam Wuruk mendengar bahwa di Kedung Soko berdiam seorang yang arif dan
memiliki banyak padi. Maka diperintahkan kapada patihnya untuk meminta
penyerahan padi dan dibawakan perahu lewat sungai arah tenggara Kedung Soko.
Akhirnya, Jaka Walang Tinunu juga bersedia untuk menyerahkan padinya kepada
utusan sang Prabu. Dan padi-padi tersebut diangkat ketebing sungai dan
selanjutnya dimuatkan pada perahu-perahu. Banyak perahu yang disediakan, tetapi
padi yang disediakan ditebing tetap tidak muat. Sehingga tempat tersebut
disebut desa Pamotan. Lalu padi dipersembahkan pada sang Prabu Hayam Wuruk yang
diterima dengan suka cita. Kemudian sang Prabu menanyakan kepada sang patih,
siapa pemilik padi itu?
Maka sang patih
menjawab, bahwa yang memiliki padi itu bernama Jaka Walang Tinunu, anak seorang
Nyai Injingan. Teringatlah sang prabu bahwa ia pernah berhubungan dengan Nyai
Rondo yang dimaksud. Namun, itu semua disimpan dalam hati dan memintanya sang
patih untuk memanggil Jaka Walang Tinunu beserta istrinya. Kemudian keduanya
menghadap sang prabu. Setelah diamati ternyata benar bahwa Jaka Walang Tinunu
adalah putra sang Prabu.
Setelah
dipanggil ke Majapahit, Jaka Walang Tinunu diangkat drajatnya disuruh tetap
tinggal di Majapahit. Namun, Jaka Walang Tinunu salah sangka kalau pengangkatan
drajatnya atas bantuan pemberian bantuan padi. Maka ia mau tinggal di Majapahit,
asalkan Jaka Pandelegan dan istrinya juga dibawa ke Majapahit.
Selanjutnya,
sang prabu mengutus prajuritnya untuk menjemput Jaka Pandelegan beserta
istrinya dengan maksud akan dinaikkan pangkat derajatnya. Apabila mereka tidak
bersedia supaya dipaksa tanpa menimbulkan cidera pada badannya, bahkan jangan
sampai menyebabkan kerusakan pada pakaiannya. Selanjutnya, sang prabu
menanyakan siapakah temannya yang bernama Jaka Pandelegan itu? Lalu Jaka Walang
Tinunu menjawab, bahkan Jaka Pandelegan yang dianggap sebagai manusia adalah
berasal dari ikan gabus.
Jaka Pandelegan
tidak mau dibawa ke Majapahit, karena ia ingin mempertahankan Desa Kedungras
sebagai sumber padinya Majapahit. Karena prajurit mendapat perintah dari Raja
untuk membawa Jaka Pandelegan ke Majapahit, Jaka Pandelegan dipaksa dan
ditangkap. Sebelum berangkat ke Majapahit Jaka Pandelegan meminta ijin untuk ke
Penangan, sedangkan istrinya meminta ijin untuk mengambil air di sumur. Dan
setelah diberi kesempatan, suami istri tersebut hilang moksa (hilang tanpa ada
bekasnya). Jaka Pandelegan menghilang di tengah Penangan, sedangkan istrinya
hilang disekitar sumur.
Hilangnya Jaka
Pandelegan di tengah Penangan dan istrinya di sekitar sumur disampaikan kepada
sang prabu. Kemudian sang prabu menyuruh prajuritnya tersebut kembali lagi ke
Kedung Soko untuk membuat candi. Candi tersebut dibangun untuk mengenang
hilangnya suami istri, yaitu Jaka Pandelegan dan Nyai Loro Walang Sangit.
Dibuatnya candi tersebut karena bagi sang prabu suami istri tersebut telah
berjasa kepada Kerajaan Majapahit, dengan memberikan bantuan padi untuk
rakyat-rakyatnya.
Candi Pari dan Candi Sumur didirikan pada tahun 1371 M atau 1293 S. Hal
tersebut
dibuktikan dengan adanya tulisan
jawa kuno yang terdapat diatas pintu Candi Pari, artinya candi pari ini
didirikan pada tahun 1371 M/1293 S.
C.
Struktur dan Kegunaan Bangunan
1.
Candi Pari
Candi pari dibangun menghadap ke barat dengan ukuran
panjang 13,55 m, lebar 13,40 m, dan tinggi 13,80 m yang terbuat dari batu bata,
sedangkan ambang atas dan bawah pintu masuk bilik candi menggunakan batu
andesit. Secara arsitektural candi pari mempunyai perbedaan dengan candi-candi
lainnya di jawa timur. Perbedaan ini nampak pada bentuk fisik candi pari yang
agak tambun dan tampak kokoh seperti candi-candi di jawa tengah.
a.
Kaki candi
Kaki
candi pari bertingkat dua, yaitu kaki candi atas dan kaki candi bawah dalam
ilmu arkeologi disebut Batur.
1)
Kaki
candi I (Batur), berdenah segi empat bujur sangkar dengan ukuran dengan panjang
13,55 m, lebar 13,40 m, dan tinggi 1,50 m terdapat 2 buah jalan masuk menuju ke
bilik candi. Kedua jalan masuk tersebut merupakan trap atau susunan anak tangga
dengan arah utara-selatan. Jalan masuk seperti ini tidak ditemui pada
candi-candi di jawa timur. Susunan bata pada kedua anak tangga masuk masih
asli, tetapi kondisinya sudah aus dan pipi tangga dalam keadaan rusak. Pada
bidang atasnya terdapat selasar selebar 1,70 m.
2)
Kaki
II, berdenah bujur sangkar dengan ukuran panjang 10 m, lebar 10, dan tinggi
1,95 cm pada salah satu sisi terdapat tangga naik menuju ke bilik candi. Tangga
naik tersebut merupakan susunan baru dengan menggunakan tangga lama. Pada
bagian dinding candi telah mengalami konsolidasi pada jaman kolonial belanda
b.
Badan candi
Badan
candi berbentuk bujur sangkar yang berukuran panjang 7,80 m, lebar 7,80 m,
tinggi 6,30 m pintu masuk berbentuk segi empat dengan ukuran panjang 2,90 m,
lebar 1,23 m, dan tebal 1 m dengan tujuh buah doorple salah satunya terbuat
dari batu andesit dengan pahatan angka tahun 1293 Saka (1371 M) dan hiasan
berbentuk segi tiga. Ambang atas dan pintu masuk ini pernah mengalami
konsolidasi pada jaman kolonial belanda, yaitu diberi tambahan 6 buah balok
kayu jati. Namun, telah dipugar pada tahun 1994-1999 dan diganti dengan batu
andesit tujuh buah. Profil bata candi yang masih nampak jelas yaitu profil
badan bagian atas, berupa sebuah bentuk sisi genta dengan lis-lis polos.
Sedangkan ditengah dinding badan lainnya terdapat pahatan berupa miniatur candi
dengan hiasan bunga teratai dan rangka. Dikanan kiri pahatan miniatur candi
pada masing-masing dinding mempunyai lubang angin sebanyak 6 buah.
c.
Bilik candi
Sebagian
lantai bilik candi merupakan tatanan baru dengan menggunakan bata lama. Susunan
lantai asli masih nampak disudut barat daya dan sudut barat laut bilik candi.
Didalam bilik candi saat ini sudah tidak ada arca lagi, akan tetapi dibagian
tengah dinding timur (diantara lubang angin) terdapat sebuat tonjolan sebagai
sandaran arca. Ukuran bilik candi 6x6 meter.
d.
Atap candi
Sebagian
besar atap telah runtuh dengan ukuran 7,80 m, lebar 7,80 m, tinggi 4,05 m.
Hiasan yang masih nampak pada dinding atap berupa hiasan menara-menara pejal
sudah tidak lengkap lagi. Antefik yang terlihat samar-samar serta hiasan
binatang bertelinga panjang keadaannya sudah aus.
2.
Candi Sumur
Candi ini terbuat dari bata berdenah bujur sangkar
dengan ukuran 8m x 8m dan tinggi 10m, menghadap ke barat. Secara vertikal
arsitekturnya terdiri dari bagian kaki, tubuh dan atap. Namun, keadaannya sudah
tidak utuh karena rapuh oleh faktor jamur dan penggaraman. Pada bagian tubuh
terdapat bilik kosong yang seharusnya berisi Lingga-Yoni.
Keberadaan candi ini dihubungkan dengan Candi Pari
yang berada ±100m disebelah utaranya. Pada ambang pintu masuk Candi Pari
ditemukan angka tahun 1293 (1371 M), sezaman dengan masa pemerintahan Raja
Hayam Wuruk dari Majapahit. Berdasarkan bentuk bangunan yang tidak jauh dari
Candi Pari, maka diperkirakan candi ini didirikan sekitar abad XIV M dan latar
belakang Agama Hindu. Candi ini pernah dipugar pada tahun 1999 sampai 2003 oleh
Proyek Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Trowulan Jawa Timur.
Keadaan hasil pemugaran sekarang, yaitu:
Kaki candi =
70%
Tubuh = 40%
D.
Ornamen
Candi
pari tidak memiliki ornamen. Pada kaki candi I (Batur) terdapat hiasan berbentuk
semacam panel yang polos tanpa hiasan. Sedangkan pada kaki II ditengah-tengah
sisi terdapat pahatan berbentuk seperti alas arca atau candi tanpa atap. Pada
tubuh candi terdapat pahatan semacam panel-panel besar polos tanpa hiasan.
Didinding barat tepat diatas pintu masuk terdapat hiasan segi tiga sama sisi,
bagian kecilnya berada diatas. Pada bagian tengah dinding utara, timur dan
selatan terdapat hiasan miniatur yang atapnya bertingkat lima dengan puncaknya
berbentuk kubus, diatas ambang pintu dan pada masing-masing tingkatan atap
miniatur candi terdapat hiasan teratai dan dipuncaknya ada hiasan (angka) atau
Sangkha. Candi pari yang dilihat saat ini merupakan hasil pemugaran tahun
1994-1999 oleh Kanwil Depdikbud dan Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala
Jawa Timur melalui dana proyek Pelestarian Atau Pemanfaatan Peninggalan Sejarah
dan Purbakala Jawa Timur.
E.
Benda yang tersimpan di Candi Pari
Dilokasi candi pari terdapat benda yang
sudah tersimpan sejak beberapa tahun lalu. Benda-benda tersebut didapatkan dari
sekitar lokasi Candi, benda tersebut seperti:
1.
Patung Laki-laki
Patung ini kondisinya sudah tidak memiliki kepala.
Dan dulunya letak patung laki-laki ini memang didalam Candi Pari.
2.
Patung Perempuan
Sebenarnya patung perempuan terletak di Candi Sumur,
tetapi patung tersebut diletakkan di Candi Pari.
3.
Pripeh
Pripeh merupakan tempat abu bagi orang yang telah
meninggal. Namun, tidak sembarang orang yang telah meninggal abunya ditempatkan
dalam pripeh hanya orang bangsawan saja yang boleh menempatinya. Pripeh
ditemukan 100m arah selatan Candi Pari.
4.
Prasasti Selamat datang
Maksudnya adalah prasasti yang terdapat diatas gapura.
5.
Bekas Gapura
Bekas gapura yang hanya terlihat tumpukan bata, jika digali 90cm akan terlihat jalan setapak kearah Candi Sumur yang membuktikan
Candi Pari dan Candi Sumur merupakan satu komplek atau lokasi.
BAB
III
METODOLOGI
PENELITIAN
A.
Heuristik
(Mengumpulkan Data)
Dalam
metode heuristik,
kami melakukan pengamatan langsung ke candi Pari dan Candi Sumur dengan melakukan wawancara
terhadap narasumber. Wawancara yang kami
lakukan dengan beberapa pertanyaan yaitu:
1.
Tahun berapa Candi Pari/Candi Sumur didirikan?
2. Mengapa candi ini disebut Candi Pari/ Candi Sumur?
3. Bagaimana asal mula didirikannya Candi Pari/ Candi
Sumur?
4. Siapa yang memprakarsai didirikannya Candi Pari/ Candi
Sumur?
5. Apa saja yang terdapat didalam Candi Pari/ Candi Sumur?
Jawaban narasumber:
Nama: M. Saroni
Pekerjaan: Juru
pemelihara Candi Pari
Mulai bekerja: Tahun 1994
1.
Candi Pari
didirikan pada tahun 1371 M atau 1293 S. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya
tulisan jawa kuno yang terdapat diatas pintu Candi Pari.
2.
Disebut Candi Pari dikarenakan dahulunya Candi Pari adalah
lumbung padi. Untuk mengenang hilangnya Jaka Pandelegan dibangunlah candi
diatas lumbung padi yang sekarang ini dikenal sebagai Candi Pari.
3.
Asal mulanya dari sang prabu yang menyuruh prajuritnya
untuk membawa Jaka Pandelegan beserta istrinya ke Majapahit. Namun, Jaka
Pandelegan dan istrinya tidak mau. Kemudian Jaka Pandelegan masuk ke lumbung
padi dan hilang muksa (hilang tanpa jejak). Setelah kejadian ini sampai
ditelinga sang prabu. Sang prabu menyuruh prajuritnya untuk membangun candi
untuk mengenang Jaka Pandelegan, dan sampai akhirnya candi disebut Candi Pari.
4.
Hayam Wuruk menyuruh para
prajuritnya untuk membangun Candi Pari untuk mengenang Jaka Pandelegan yang
telah berjasa pada kerajaan Majapahit.
5.
Candi Pari terdapat arca laki-laki dan arca perempuan.
Namun, arca laki-laki sudah tidak memiliki kepala. Menurut beberapa pendapat
mengatakan bahwa kepala arca memang sengaja dipenggal agar tidak ada yang
memuja-mujanya, karena didaerah candi agama islam sudah masuk. Selain itu ada
yang mengatakan bahwa kepala arca terdapat didalam Candi Pari, saat kepala
ditemukan dan diambil Candi Pari akan runtuh dengan sendirinya. Namun, hal itu
hanyalah pendapat perseorangan. Selain itu, terdapat jalan setapak menuju sumur
(Candi Sumur) dan gapura. Tetapi gapura sudah tidak dalam keadaan untuh dan
jalan setapak menuju sumur tidak nampak lagi, kemungkinan dapat terlihat
kembali jika digali lebih dalam lagi.
Nama: Karsono Ruswandi
Pekerjaan: Juru
pemelihara Candi Sumur
Mulai bekerja:-
1
Candi
Sumur didirikan pada tahun 1371 M atau
1293 S.
Sesuai dengan tahun yang tertera diatas pintu Candi Pari, karena keberadaan
Candi Sumur erat kaitannya dengan Candi Pari.
2
Disebut Candi Sumur karena untuk mengenang hilangnya
Nyai Loro Walang Sangit yang menghilang mukso disekitar sumur.
3
Asal mulanya dari Jaka Pandelegan dan Nyai Wakang
Sangit tidak mau dibawa ke Majapahit. Saat prajurit datang, Nyai Walang Sangit
memita ijin untuk mengambil air ke sumur terlebih dahulu. Namun, Nyai Walang
Sangit menghilang mukso di sekitar sumur yang sekarang ini disebut Candi Sumur.
4
Yang memprakarsai didirikannya Candi Sumur adalah pada
masa kepemerintahannya Hayam Wuruk.
5
Di sekitar Candi Sumur tidak ada benda peninggalan
lagi, karena ada salah satu arca perempuan yang tadinya ada ditempatkan didalam
Candi Pari.
B.
Kritik
(Verifikasi)
Dalam
menilai sumber-sumber sejarah yang telah dicari (ditemukan), Kritik sumber
sejarah meliputi kritik ekstern dan kritik intern.
1. Kritik
ekstern
Dokumen
yang kami teliti adalah terbitan kantor wilayah departemen p. Dan k. Propinsi
jawa timur yang diterbitkan pada tahun 1982 sehingga untuk keontetikannya/ keasliannya
akurat karena berdasarkan beberapa narasumber yang jelas dan dapat dipercaya.
2. Kritik
Intern
Dokumen
yang kami tinjau telah disahkan oleh kepala kantor wilayah departemen p. Dan k.
propinsi Jawa Timur sehingga cukup akurat.
C. Interpretasi (Penafsiran)
1.
Candi ini merupakan suatu bangunan persegi empat dari batu bata,
menghadap ke barat dengan ambang serta tutup gerbang dari batu andesit. Dahulu, di atas gerbang ada batu dengan angka
tahun 1293 Saka = 1371 Masehi. Merupakan
peninggalan zaman Majapahit
pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk 1350-1389 M. (http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Pari. diakses pada tanggal 9 April 2013, pukul 09:09 WIB)
2.
Candi
Pari yang dibuat oleh penguasa Mojopahit pada tahun 1293 Saka / 1372 masehi ini
berbentuk kubus , tanpa ada pembagian yang stereotip antara batur, tubuh, dan
mahkota .Satu – satunya cirri Majapahit hanyalah bahannya yang terbuat
dari batu merah. Panjang candi pari ini 16,86 m , lebar 14,10 m, dan tinggi
13,40 m sehingga terkesan pendek dan lebar. Sementara pola umum candi Majapahit
selalu berbentuk vertikal. Candi pari ini terdiri atas batur persegi empat,
bagian barat menjorok keluar dengan undakan tangga pada sisi kanan – kiri
menuju pintu masuk. Diatas pintu tertulis angka tahun pembuatan dan bagian
dalam candi berupa ruang. Di
banding dengan Candi Pari ,Candi Sumur memiliki bentuk yang lebih sederhana
candi dari bahan batu merah itu tidak memiliki ornamen sama sekali.Candi Sumur
hanya berjarak 100 meter dari Candi Pari, Candi Sumur berdenah bujur sangkar dengan ukuran 8
m x 8 m dan memiliki tinggi 10 meter. Candi Sumur menghadap ke barat dan
menempati lahan seluas 315 m dan perada pada ketinggian 4,42 mdpl.
Seperti Candi Pari, Candi Sumur bisa dibilang agak utuh. Kaki, badan dan atap candi masih ada. Sayangnya, badan dan atap candi ini tinggal separuh. Agar tidak roboh, badan dan atap candi yang separuh ini disangga oleh tiang besi berlapis semen. (http://www.wisatasidoarjo.com/situs-wisata-sejarah-candi-pari-dan-candi-sumur/ diakses pada tanggal 9 April 2013, pukul 09:33 WIB)
Seperti Candi Pari, Candi Sumur bisa dibilang agak utuh. Kaki, badan dan atap candi masih ada. Sayangnya, badan dan atap candi ini tinggal separuh. Agar tidak roboh, badan dan atap candi yang separuh ini disangga oleh tiang besi berlapis semen. (http://www.wisatasidoarjo.com/situs-wisata-sejarah-candi-pari-dan-candi-sumur/ diakses pada tanggal 9 April 2013, pukul 09:33 WIB)
D.
Historiografy (Penulisan Sejarah)
Candi
pari dan Candi Sumur terletak
di dusun candi pari wetan, desa candi pari, kecamatan porong, kabupaten
sidoarjo. Candi Pari berdiri
diatas tanah seluas 1310 m2, sedangkan Candi Sumur berada diatas
lahan seluas 315 m2 pada ketinggian ±4,42 m
dari permukaan laut. Lokasi candi pari dikelilingi oleh pemukiman penduduk.
Candi ini merupakan peninggalan dari
Kerajaan Majapahit tahun
1293 Saka / 1372 masehi. Ini dilihat dari cirinya yaitu batu bata yang
digunakan berwarna merah dan ada tahun pembuatan diatas
pintu candi. Candi
Pari dan Candi Sumur didirikan sebagai ungkapan terima kasih dan untuk mengenang
suami-istri yang telah membantu Kerajaan Majapahit pada saat mereka mengalami
musim panceklik. Candi Pari tidak memiliki bentuk seperti umumnya candi-candi
jawa timur lainnya. Bentuknya yang agak tambun dan tampak kokoh seperti
candi-candi di Jawa Tengah. Pengaruh Champa (salah satu wilayah di vietnam)
nampak cukup kental mempengaruhi bentuk candi ini.
BAB
IV
PENUTUP
A.
SIMPULAN
Candi
Pari
dan Candi Sumur terletak
di dusun candi pari wetan, desa candi pari, kecamatan porong, kabupaten
sidoarjo. Candi Pari danCandi Sumur
didirikan pada tahun 1371 M atau 1293 S. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya
tulisan jawa kuno yang terdapat diatas pintu Candi Pari. Candi tersebut diberi nama
Candi Pari dan Candi Sumur karena untuk memperingati hilangnya Jaka Pandelegan
dan Nyai Loro Walang Sangit yang menghilang mukso. Jaka Pandelegan yang
menghilang mukso di lumbung padi yang sekarang disebut Candi Pari. Sedangkan,
istrinya Nyai Loro Walang Sangit menghilang disekitar sumur yang sekarang disebut
Candi Sumur.
B.
SARAN
Sebagai
generasi penerus bangsa hendaknya
mengenal dan ikut melestarikan budaya atau warisan nenek moyang Indonesia agar tidak
diakui oleh negara lain.
Serta
dengan meneliti sejarah terutama Candi
Pari dan Candi Sumur kita akan lebih
bersifat kritis dan menambah pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Pari. diakses pada tanggal 9 April 2013, pukul 09:09 WIB
http://www.wisatasidoarjo.com/situs-wisata-sejarah-candi-pari-dan-candi-sumur/ diakses pada tanggal 9 April 2013, pukul 09:33 WIB
LAMPIRAN
FOTO
Tidak ada komentar:
Posting Komentar