Rabu, 20 November 2013

CANDI PARI DAN DAN CANDI SUMUR DI SIDOARJO


LAPORAN PENELITIAN SEJARAH
CANDI PARI DAN DAN CANDI SUMUR DI SIDOARJO
JAWA TIMUR
Di Susun untuk Memenuhi Tugas Konsep Dasar IPS
Dosen Pengampu
Rifki Afandi, M.Pd

Disusun Oleh:
1.      Adam Varought Magfiro              128620600065
2.      Eny Muflihah                                128620600081
3.      Linda Putri R.W.                          128620600024
4.      Mei Desita Sari                             128620600074
5.      Mifta Chul Jannah                         128620600061
6.      Suci Wulandari                             128620600022
7.      Umi Nur Damayanti                      128620600084
8.      Wiwin Dwi A.                              128620600056
9.      Wuwut Wulandari                        128620600001

Pendidikan Guru Sekolah Dasar (PGSD)
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SIDOARJO
2013





KATA PENGANTAR

            Puji syukur panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat taufik serta hidayah-Nya. Sehingga penelitian ini bisa terselesaikan sesuai target.
            Penelitian ini disusun dengan judul “Laporan Penelitian Sejarah Candi Pari Dan dan Candi Sumur Di Sidoarjo Jawa Timur”, hal ini untuk menambah pengalaman, wawasan, dan pengetahuan tentang sejarah candi pari dan candi sumur.
Dalam penyusunan penelitian ini, banyak pihak yang berperan. Oleh sebab itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada dosen pembimbing yaitu: Bapak Rifki Afandi, M.Pd beserta teman-teman yang telah memotivasi.
Tak ada gading yang tak retak, jika ada kesalahan dalam penulisan sebagai penulis mohon kritik dan saran yang membangun agar penulisan penelitian ini lebih sempurna. Dan makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.



Sidoarjo, 16 Mei 2013



Tim Penyusun








DAFTAR ISI

Cover.........................................................................................................................      
Kata Pengantar........................................................................................................      
Daftar Isi...................................................................................................................      
BAB I Pendahuluan................................................................................................      
A.    Latar Belakang Sejarah Candi Pari dan Candi Sumur...................................      
B.     Identifikasi Masalah......................................................................................      
C.     Tujuan Penulisan............................................................................................      
D.    Manfaat Penelitian.........................................................................................      
E.     Metode Penelitian..........................................................................................      
F.      Teknik  Pengumpulan Data............................................................................      
BAB II Tinjauan Pustaka.......................................................................................      
A.    Definisi Candi Pari dan Candi Sumur...........................................................      
B.     Sejarah Candi Pari dan Candi Sumur............................................................      
C.     Struktur dan Kegunaan Bangunan................................................................      
D.    Ornamen........................................................................................................      
E.     Benda yang tersimpan di Candi Pari.............................................................      
BAB III Metodologi Penelitian...............................................................................      
A.    Heuristik (Mengumpulkan Data)...................................................................      
B.     Kritik (Verifikasi)..........................................................................................      
C.     Interpretasi (Penafsiran).................................................................................      
D.    Historiografy (Penulisan Sejarah)..................................................................      
BAB IV Penutup......................................................................................................      
A.    Simpulan........................................................................................................      
B.     Saran .............................................................................................................      
Daftar Pustaka.........................................................................................................      
Lampiran Foto.........................................................................................................      












BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang Sejarah Candi Pari dan Candi Sumur
Salah satu cagar budaya yang bisa dikatakan utuh sampai sekarang adalah Candi Pari. Candi yang terletak di kecamatan Porong ini dibangun pada jaman Majapahit atau seperti yang tertulis pada 1293 C (1371 M). Candi Pari yang terletak diketinggian 4,42 meter diatas permukaan air laut ini memiliki luas area mencapai 1310 meter persegi.
Candi Pari dan Candi Sumur didirikan untuk mengenang Jaka Pandelegan dan istrinya yang menghilang muksa (hilang tanpa jejak). Jaka Pandelegan yang menghilang di lumbung padi yang sekarang menjadi candi dan diberi nama Candi Pari. Sedangkan, istrinya Nyai Loro Walang Sangit menghilang disekitar sumur yang sekarang disebut Candi Sumur.

B.     Identifikasi Masalah
      Berdasarkan latar belakang terbentuknya candi pari dan candi sumur dapat dirumuskan suatu masalah yaitu bagaimana sejarah terbentuknya Candi Pari dan Candi Sumur.

C.    Tujuan Penulisan
      Tujuan melakukan penelitian ini adalah untuk mengetahui sejarah terbentuknya Candi Pari dan Candi Sumur.

D.    Manfaat Penelitian
      Manfaat adanya penelitian ini antara lain:
1.      Manfaat Akademik
      Secara akademik atau teoritis penelitian sejarah akan memberikan kontribusi yang sangat besar pada perkembangan dunia pendidikan.
2.      Manfaat Praktis
      Secara praktis manfaat penelitian sejarah ini dapat memberikan bekal dan tambahan pengetahuan terutama tantang Candi Pari dan Candi Sumur.
E.                 Metode Penelitian
      Dalam melakukan kegiatan penelitian sejarah digunakan langkah-langkah sebagai berikut:

1.      HEURISTIK (Pengumpulan Data)
      Heuristik merupakan langkah awal dalam penelitian sejarah untuk berburu dan mengumpulkan berbagi sumber data yang terkait dengan masalah yang sedang diteliti. Misalnya dengan melacak sumber sejarah tersebut dengan meneliti berbagai dokumen, mengunjungi situs sejarah, mewawancarai para saksi sejarah.

2.      KRITIK (Verifikasi)
Kritik merupakan kemampuan menilai sumber-sumber sejarah yang telah dicari (ditemukan). Kritik sumber sejarah meliputi kritik ekstern dan kritik intern.
a.      Kritik Ekstern
Kritik ekstern didalam penelitian ilmu sejarah umumnya menyangkut keaslian atau keautentikan bahan yang digunakan dalam pembuatan sumber sejarah, seperti prasasti, dokumen, dan naskah.Bentuk penelitian yang dapat dilakukan sejarawan, misalnyatentang waktu pembuatan dokumen itu (hari dan tanggal) atau penelitian tentang bahan (materi) pembuatan dokumen itu sndiri.Sejarawan dapat juga melakukan kritik ekstern dengan menyelidiki tinta untuk penulisan dokumen guna menemukan usia dokumen. Sejarawan dapat pula melakukan kritik ekstern dengan mengidentifikasikan tulisan tangan, tanda tangan, materai, atau jenis hurufnya.

b.      Kritik Intern
Kritik Intern merupakan penilaian keakuratan atau keautentikan terhadap materi sumber sejarah itu sendiri. Didalam proses analisis terhadap suatu dokumen, sejarawan harus selalu memikirkan unsur-unsur yang relevan di dalam dokumen itu sendiri secara menyeluruh. Unsur dalam dokumen dianggap relevan apabila unsur tersebut paling dekat dengan apa yang telah terjadi, sejauh dapat diketahui berdasarkan suatu penyelidikan kritis terhadap sumber-sumber terbaik yang ada.

3.      INTERPRETASI (penafsiran)
Interfretasi adalah menafsirkan fakata sejarah dan merangkai fakta tersebut hingga menjadi satu kesatuan yang harmonis dan masuk akal. Dari berbagi fakta yang ada kemudian perlu disusun agar mempunyai bentuk dan struktur. Fakta yang ada ditafsirkan sehingga ditemukan struktur logisnya berdasarkan fakta yang ada, untuk menghindari suatu penafsiran yang semena-mena akibat pemikiran yang sempit. Bagi sejarawan akademis, interpretasi yang bersifat deskriptif saja belum cukup. Dalam perkembangan terakhir, sejarawan masih dituntut untuk mencari landasan penafsiran yang digunkan.

4.      HISTORIOGRAFY (Penulisan Sejarah)
Historiogray adalah proses penyusunan fakta-fakta sejarah dan berbagai sumber yang telah diseleksi dalam sebuah bentuk penulisan sejarah. Setelah melakukan penafsiran terhadap data-data yang ada, sejarawan harus sadar bahwa tulisan itu bukan hanya sekedar untuk kepentingan dirinya, tetapi juga untuk dibaca orang lain. Oleh karena itu, perlu dipertimbangkan struktur dan gaya bahasa penulisannya. Sejarawan harus menyadari dan berusaha agar orang lain dapat mengerti pokok-pokok pemikiran yang diajukan.

F.     Teknik  Pengumpulan Data
     Teknik pengumpulan data yang dilakukan adalah sebagai berikut:
1.      Studi pustaka
Sebagai penunjang dalam memperkaya laporan, kami menggunakan beberapa literatur yang sesuai dengan tema pada penelitian ini. Studi pustaka ini akan memberikan berbagai sumber pengetahuan dalam penyusunan laporan.


2.      Observasi
           Dalam melaksanakan penelitian mengenai Candi Pari dan Candi Sumur, dilakukan pengamatan langsung terhadap objek kajian. Didalam prakteknya kami berusaha mencari informasi secara langsung pada objek.
3.      Wawancara
           Wawancara merupakan sebuah metode pengumpulan data yang sangat penting karena dapat mengetahui pandangan masyarakat mengenai hal-hal yang berhubungan  dengan Candi Pari dan Candi Sumur.
4.      Dokumentasi
           Dokumentasi dalam bentuk foto sangat membantu dalam proses penyusunan laporan. Oleh karena itu, dirasa sangat penting mengabadikan kejadian yang terjadi di objek lapangan.














BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A.   Definisi Candi Pari dan Candi Sumur
Candi pari dan Candi Sumur terletak di dusun candi pari wetan, desa candi pari, kecamatan porong, kabupaten sidoarjo. Candi Pari berdiri diatas tanah seluas 1310 m2, sedangkan Candi Sumur berada diatas lahan seluas 315 m2 pada ketinggian ±4,42 m dari permukaan laut. Lokasi candi pari dikelilingi oleh pemukiman penduduk.
B.   Sejarah Candi Pari dan Candi Sumur
Pada zaman dahulu kala, ada seorang yang bernama Kyai Gede Penanggungan yang hidup di pegunungan. Ia mempunyai adik perempuan janda yang bertempat tinggal di desa Injingan. Kyai Gede Penanggungan memiliki dua anak perempuan. Yang sulung bernama Nyai Loro Walang Sangit dan yang bungsu bernama Nyai Loro Walang Angin, keduanya tinggal dirumah Kyai Gede Penanggungan. Sedangkan adiknya janda Injingan mempunyai seorang anak laki-laki bernama Joko Walang Tinunu. Setelah dewasa, ia amat tampan dan hormat kepada ibunya.
Pada suatu hari, ia menanyakan pada ibunya siapakah ayahnya, tetapi ibunya tidak menjawab danhanya berkata, “kamu tidak memiliki ayah, sedangkan Kyai Gede Penanggungan adalah kakak saya”. Kemudian Jaka Walang Tinunu minta ijin pada ibunya membuka hutan untuk tempat tinggal dan penggarapan sawah. Permintaannya dikabulkan oleh ibunya, maka berangkatlah Jaka Walang Tinunu disertai kedua orang temannya, yaitu Satim dan Sebalong untuk menuju ke Dukuh Kedungras (Desa Kesambi sekarang). Setelah menetap disana, tanpa suatu rintangan apapun mereka mulai membabat rimba di Kedung Soko arah utara Kedungras dan arah selatan Desa Candi Pari.
Beberapa waktu kemudian pada suatu malam teman-teman Jaka Walang Tinunu dengan sepengetahuannya memasang wuwu (sejenis alat penangkap ikan yang terbuat dari bambu) di kali Kedung Soko. Esok harinya wuwu diambil dan ternyata berhasil menagkap seekor ikan gabus yang dinamakan Deleg. Betapa gembiranya si Sebalong lalu ditunjukkannya kepada Jaka Walang Tinunu dan Satim. Seperti layaknya manusia dan menerangkan bahwa ia sebenarnya bukan ikan, tapi seorang manusia. Bahwa dulu, ia bernama Sapu Angin yang mengabdi pada petapa dari gunung Pamucangan dan ia berdosa kepada petapa itu, karena pernah mempunyai keinginan untuk menjadi raja. Dan ia diperkenankan menjadi Raja Ikan. Dengan demikian, berubahlah ia menjadi ikan sampai detik masuk kewuwu. Waktu mendengar riwayat Deleg, maka terharulah Jaka Walang Tinunu dan berkata, “barang siapa berasal dari manusia kembalilah menjadi manusia”. Dan seketika itu, ikan Deleg berubah menjadi manusia yang hampir setampan dengan Jaka Walang Tinunu. Lalu ia diberi nama Jaka Pandelegan dan dianggap sebagai adik dari Jaka Walang Tinunu.
Setelah itu, mereka bersama-sama membuka tanah dan setiap hari mengolah tanah untuk lahan pertanian. Kemudian Jaka Walang Tinunu memikirkan soal bibit, tetapi menemui jalan buntu, sebab ia sangat miskin dan tidak punya apa-apa untuk membeli keperluan menggarap sawah. Namun, ia teringat dengan perkataan ibunya dulu tentang Kyai Gede Penanggungan. Tetapi ia tidak berani menyampaikan isi hatinya kepada Kyai Gede Penanggungan. Oleh karena itu, permohonannya tentang bibit padi disampaikan kepada Nyai Gede yang selanjutnya disampaikan pada suaminya. Namun, Kyai Gede tidak percaya bahwa bibit itu akan dipergunakan untuk bersawah.
Sebaliknya, waktu kedatangan Jaka Walang Tinunu dan Jaka Pandelegan kedua putri Kyai Gede Penanggungan timbul asmara didada melihat kesopanan dan ketampanan kedua pemuda itu. Baru pertama kali kedua gadis tersebut melihat pemuda yang begitu sopan dan tampan.
Jaka Walang Tinunu dan Jaka Pandelegan sangat kecewa, karena permohonannya tidak dikabulkan. Mereka hanya diberi Mendang yang apabila disebarkan tidak akan tumbuh. Lalu kedua putrinya disuruh untuk mengambilkan Mendang tersebut, karena kedua putrinya menaruh hati maka kesempatan ini tidak disia-siakan untuk mencampur bibit padi dengan Mendang yang akan diberikan itu. Lalu diserahkan kepada kedua pemuda itu dan Kyai Gede mengatakan, “itulah bibitnya”.
Setelah menerima Mendang satu karung, mereka mohon diri. Dan kedua putrinya sudah terlanjur mencintainya, maka keduanya mohon ijin kepada orang tuanya untuk ikut dengan kedua pemuda itu, tetapi tidak diperkenankan. Akhirnya, kedua putri Kyai Gede Penanggungan hanya memesan kepada kedua pemuda itu agar saat menanam padi untuk memberitahukan kepada Kyai Gede.
Setibanya dirumah, secepatnya Mendang tersebut disebarkan disawah dengan mendapatkan ejekan dari Sebalong dan Satim, karena yang disebarkan itu tidak mungkin dapat tumbuh. Namun, Jaka Walang Tinunu dan Jaka Pandelegan percaya apa yang diucapkan oleh Kyai Gede Penanggungan tersebut.
Ternyata tumbuhnya sangat baik, benar-benar seperti bibit yang sesungguhnya. Waktu pemindahan tanaman tiba, Jaka Walang Tinunu dan Jaka Pandelegan datang lagi pada Kyai Gede untuk meminta ijin agar sekeluarga dapat membantu memetik padi. Namun, permohonannya tidak dikabulkan dan Kyai Gede malah marah dengan dalil bahwa kedua putrinya akan dipinang oleh Raja Blambangan. Padahal keduanya sudah sama-sama mencintai, lalu kedua pemuda tersebut kembali pulang. Dan diam-diam kedua putri Kyai Gede melarikan diri menyusul kedua pemuda tersebut. Nyai Loro Walang Angin ingin menjadi istri Jaka Pandelegan dan Nyai Loro Walang Sangit ingin jadi istri Jaka Walang Tinunu. Akhirnya, keduanya dapat bertemu dengan pemuda itu ditengah jalan dan melanjutkan perjalanan ke Kedung Soko.
Setelah Nyai Gede mengetahui kedua putrinya tidak ada, lalu beliau memberitahukan kepada Kyai Gede suaminya. Lalu mereka mengejar kedua putrinya itu dan bertemu ditengah perjalanan. Mereka diberhentikannya dan kedua putrinya dipaksa untuk kembali kerumah, tetapi ditolaknya. Sedangkan kedua pemuda itu tidak menghiraukannya, karena kadua anaknya ikut atas kemauannya sendiri. Maka terjadilah pertengkaran yang berakhir dengan kekalahan dipihak Kyai Gede. Sehingga, Kyai Gede terpaksa pulang kembali tanpa disertai kedua putrinya. Sedangkan mereka berempat melanjutkan perjalanan kembali ke Kedung Soko.
Waktu tanaman berusia 45 hari, sawah kekurangan air sehingga Jaka Walang Tinunu menyuruh Jaka Pandelegan menyelidiki aliran air. Ketika sampai ditengah sawah ia berpapasan dengan orang tua yang memerintahkan agar Jaka Pandelegan menghentikan perjalanannya, yang menyebabkan ia murka. Saat ia akan memukul orang tua tersebut, sebelum memukul ia lalu jatuh pingsan. Ketika sadar, sangatlah takut dan ia menanyakan tentang  namanya. Kemudian, orang tua tersebut  menjawab, “saya pelindung semua air”. Orang tua tersebut juga memberikan nama kepada Jaka Pandelegan dengan nama  Dukut Banyu, dan berkata, “kalau kamu sudah selesai bertanam adakanlah selamatan apabila sawah kamu ingin berhasil dengan baik”. Setelah itu, orang tua itu menghilang. Waktu Jaka Pandelegan datang kembali ke sawahnya, ternyata sudah penuh dengan air yang melimpah sampai panen tiba.
Menurut “Shohibul Hikayat” tentang pemotongan padi, karena luasnya sawah dan baiknya jenis tanaman, maka orang dari segala penjuru datang untuk ikut derep (memotong padi). Diceritakan juga bahwa bagian muka dipotong, bagian belakang yang baru saja dipotong sudah kelihatan ada tanaman padi yang sudah menguning, sehingga tidak ada habis-habisnya. Adapun hasil panenan ditumpuk di penangan. Justru tempat penangan tersebut tepat di tempat Candi Pari berdiri sekarang ini, dan betapa banyakknya padi di penangan itu.
Sementara waktu Kerajaan Majapahit mengalami paceklik. Pertanian gagal dan banyak petani yang sakit. Lumbung padi dalam keraton yang biasanya penuh menjadi kosong, karena luasnya sawah yang kena penyakit dan gagal panen.
Ketika Prabu Hayam Wuruk mendengar bahwa di Kedung Soko berdiam seorang yang arif dan memiliki banyak padi. Maka diperintahkan kapada patihnya untuk meminta penyerahan padi dan dibawakan perahu lewat sungai arah tenggara Kedung Soko. Akhirnya, Jaka Walang Tinunu juga bersedia untuk menyerahkan padinya kepada utusan sang Prabu. Dan padi-padi tersebut diangkat ketebing sungai dan selanjutnya dimuatkan pada perahu-perahu. Banyak perahu yang disediakan, tetapi padi yang disediakan ditebing tetap tidak muat. Sehingga tempat tersebut disebut desa Pamotan. Lalu padi dipersembahkan pada sang Prabu Hayam Wuruk yang diterima dengan suka cita. Kemudian sang Prabu menanyakan kepada sang patih, siapa pemilik padi itu?
Maka sang patih menjawab, bahwa yang memiliki padi itu bernama Jaka Walang Tinunu, anak seorang Nyai Injingan. Teringatlah sang prabu bahwa ia pernah berhubungan dengan Nyai Rondo yang dimaksud. Namun, itu semua disimpan dalam hati dan memintanya sang patih untuk memanggil Jaka Walang Tinunu beserta istrinya. Kemudian keduanya menghadap sang prabu. Setelah diamati ternyata benar bahwa Jaka Walang Tinunu adalah putra sang Prabu.
Setelah dipanggil ke Majapahit, Jaka Walang Tinunu diangkat drajatnya disuruh tetap tinggal di Majapahit. Namun, Jaka Walang Tinunu salah sangka kalau pengangkatan drajatnya atas bantuan pemberian bantuan padi. Maka ia mau tinggal di Majapahit, asalkan Jaka Pandelegan dan istrinya juga dibawa ke Majapahit.
Selanjutnya, sang prabu mengutus prajuritnya untuk menjemput Jaka Pandelegan beserta istrinya dengan maksud akan dinaikkan pangkat derajatnya. Apabila mereka tidak bersedia supaya dipaksa tanpa menimbulkan cidera pada badannya, bahkan jangan sampai menyebabkan kerusakan pada pakaiannya. Selanjutnya, sang prabu menanyakan siapakah temannya yang bernama Jaka Pandelegan itu? Lalu Jaka Walang Tinunu menjawab, bahkan Jaka Pandelegan yang dianggap sebagai manusia adalah berasal dari ikan gabus.
Jaka Pandelegan tidak mau dibawa ke Majapahit, karena ia ingin mempertahankan Desa Kedungras sebagai sumber padinya Majapahit. Karena prajurit mendapat perintah dari Raja untuk membawa Jaka Pandelegan ke Majapahit, Jaka Pandelegan dipaksa dan ditangkap. Sebelum berangkat ke Majapahit Jaka Pandelegan meminta ijin untuk ke Penangan, sedangkan istrinya meminta ijin untuk mengambil air di sumur. Dan setelah diberi kesempatan, suami istri tersebut hilang moksa (hilang tanpa ada bekasnya). Jaka Pandelegan menghilang di tengah Penangan, sedangkan istrinya hilang disekitar sumur.
Hilangnya Jaka Pandelegan di tengah Penangan dan istrinya di sekitar sumur disampaikan kepada sang prabu. Kemudian sang prabu menyuruh prajuritnya tersebut kembali lagi ke Kedung Soko untuk membuat candi. Candi tersebut dibangun untuk mengenang hilangnya suami istri, yaitu Jaka Pandelegan dan Nyai Loro Walang Sangit. Dibuatnya candi tersebut karena bagi sang prabu suami istri tersebut telah berjasa kepada Kerajaan Majapahit, dengan memberikan bantuan padi untuk rakyat-rakyatnya.
Candi Pari dan Candi Sumur didirikan pada tahun 1371 M atau 1293 S. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya tulisan jawa kuno yang terdapat diatas pintu Candi Pari, artinya candi pari ini didirikan pada tahun 1371 M/1293 S.



C.    Struktur dan Kegunaan Bangunan
1.      Candi Pari
Candi pari dibangun menghadap ke barat dengan ukuran panjang 13,55 m, lebar 13,40 m, dan tinggi 13,80 m yang terbuat dari batu bata, sedangkan ambang atas dan bawah pintu masuk bilik candi menggunakan batu andesit. Secara arsitektural candi pari mempunyai perbedaan dengan candi-candi lainnya di jawa timur. Perbedaan ini nampak pada bentuk fisik candi pari yang agak tambun dan tampak kokoh seperti candi-candi di jawa tengah.
a.      Kaki candi
Kaki candi pari bertingkat dua, yaitu kaki candi atas dan kaki candi bawah dalam ilmu arkeologi disebut Batur.
1)      Kaki candi I (Batur), berdenah segi empat bujur sangkar dengan ukuran dengan panjang 13,55 m, lebar 13,40 m, dan tinggi 1,50 m terdapat 2 buah jalan masuk menuju ke bilik candi. Kedua jalan masuk tersebut merupakan trap atau susunan anak tangga dengan arah utara-selatan. Jalan masuk seperti ini tidak ditemui pada candi-candi di jawa timur. Susunan bata pada kedua anak tangga masuk masih asli, tetapi kondisinya sudah aus dan pipi tangga dalam keadaan rusak. Pada bidang atasnya terdapat selasar selebar 1,70 m.
2)      Kaki II, berdenah bujur sangkar dengan ukuran panjang 10 m, lebar 10, dan tinggi 1,95 cm pada salah satu sisi terdapat tangga naik menuju ke bilik candi. Tangga naik tersebut merupakan susunan baru dengan menggunakan tangga lama. Pada bagian dinding candi telah mengalami konsolidasi pada jaman kolonial belanda
b.      Badan candi
Badan candi berbentuk bujur sangkar yang berukuran panjang 7,80 m, lebar 7,80 m, tinggi 6,30 m pintu masuk berbentuk segi empat dengan ukuran panjang 2,90 m, lebar 1,23 m, dan tebal 1 m dengan tujuh buah doorple salah satunya terbuat dari batu andesit dengan pahatan angka tahun 1293 Saka (1371 M) dan hiasan berbentuk segi tiga. Ambang atas dan pintu masuk ini pernah mengalami konsolidasi pada jaman kolonial belanda, yaitu diberi tambahan 6 buah balok kayu jati. Namun, telah dipugar pada tahun 1994-1999 dan diganti dengan batu andesit tujuh buah. Profil bata candi yang masih nampak jelas yaitu profil badan bagian atas, berupa sebuah bentuk sisi genta dengan lis-lis polos. Sedangkan ditengah dinding badan lainnya terdapat pahatan berupa miniatur candi dengan hiasan bunga teratai dan rangka. Dikanan kiri pahatan miniatur candi pada masing-masing dinding mempunyai lubang angin sebanyak 6 buah.
c.       Bilik candi
Sebagian lantai bilik candi merupakan tatanan baru dengan menggunakan bata lama. Susunan lantai asli masih nampak disudut barat daya dan sudut barat laut bilik candi. Didalam bilik candi saat ini sudah tidak ada arca lagi, akan tetapi dibagian tengah dinding timur (diantara lubang angin) terdapat sebuat tonjolan sebagai sandaran arca. Ukuran bilik candi 6x6 meter.
d.      Atap candi
Sebagian besar atap telah runtuh dengan ukuran 7,80 m, lebar 7,80 m, tinggi 4,05 m. Hiasan yang masih nampak pada dinding atap berupa hiasan menara-menara pejal sudah tidak lengkap lagi. Antefik yang terlihat samar-samar serta hiasan binatang bertelinga panjang keadaannya sudah aus.
2.      Candi Sumur
Candi ini terbuat dari bata berdenah bujur sangkar dengan ukuran 8m x 8m dan tinggi 10m, menghadap ke barat. Secara vertikal arsitekturnya terdiri dari bagian kaki, tubuh dan atap. Namun, keadaannya sudah tidak utuh karena rapuh oleh faktor jamur dan penggaraman. Pada bagian tubuh terdapat bilik kosong yang seharusnya berisi Lingga-Yoni.
Keberadaan candi ini dihubungkan dengan Candi Pari yang berada ±100m disebelah utaranya. Pada ambang pintu masuk Candi Pari ditemukan angka tahun 1293 (1371 M), sezaman dengan masa pemerintahan Raja Hayam Wuruk dari Majapahit. Berdasarkan bentuk bangunan yang tidak jauh dari Candi Pari, maka diperkirakan candi ini didirikan sekitar abad XIV M dan latar belakang Agama Hindu. Candi ini pernah dipugar pada tahun 1999 sampai 2003 oleh Proyek Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Trowulan Jawa Timur. Keadaan hasil pemugaran sekarang, yaitu:
Kaki candi       = 70%
Tubuh  = 40%

D.   Ornamen
Candi pari tidak memiliki ornamen. Pada kaki candi I (Batur) terdapat hiasan berbentuk semacam panel yang polos tanpa hiasan. Sedangkan pada kaki II ditengah-tengah sisi terdapat pahatan berbentuk seperti alas arca atau candi tanpa atap. Pada tubuh candi terdapat pahatan semacam panel-panel besar polos tanpa hiasan. Didinding barat tepat diatas pintu masuk terdapat hiasan segi tiga sama sisi, bagian kecilnya berada diatas. Pada bagian tengah dinding utara, timur dan selatan terdapat hiasan miniatur yang atapnya bertingkat lima dengan puncaknya berbentuk kubus, diatas ambang pintu dan pada masing-masing tingkatan atap miniatur candi terdapat hiasan teratai dan dipuncaknya ada hiasan (angka) atau Sangkha. Candi pari yang dilihat saat ini merupakan hasil pemugaran tahun 1994-1999 oleh Kanwil Depdikbud dan Suaka Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur melalui dana proyek Pelestarian Atau Pemanfaatan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Jawa Timur.





E.     Benda yang tersimpan di Candi Pari
Dilokasi candi pari terdapat benda yang sudah tersimpan sejak beberapa tahun lalu. Benda-benda tersebut didapatkan dari sekitar lokasi Candi, benda tersebut seperti:
1.      Patung Laki-laki
Patung ini kondisinya sudah tidak memiliki kepala. Dan dulunya letak patung laki-laki ini memang didalam Candi Pari.
2.      Patung Perempuan
Sebenarnya patung perempuan terletak di Candi Sumur, tetapi patung tersebut diletakkan di Candi Pari.
3.      Pripeh
Pripeh merupakan tempat abu bagi orang yang telah meninggal. Namun, tidak sembarang orang yang telah meninggal abunya ditempatkan dalam pripeh hanya orang bangsawan saja yang boleh menempatinya. Pripeh ditemukan 100m arah selatan Candi Pari.
4.      Prasasti Selamat datang
Maksudnya adalah prasasti yang terdapat diatas gapura.
5.      Bekas Gapura
Bekas gapura yang hanya terlihat tumpukan bata, jika digali 90cm akan terlihat jalan setapak kearah Candi Sumur yang membuktikan Candi Pari dan Candi Sumur merupakan satu komplek atau lokasi.









BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.    Heuristik (Mengumpulkan Data)
Dalam metode heuristik, kami melakukan pengamatan langsung ke candi Pari dan Candi Sumur dengan melakukan wawancara terhadap narasumber. Wawancara yang kami lakukan dengan beberapa pertanyaan yaitu:
1.      Tahun berapa Candi Pari/Candi Sumur didirikan?
2.      Mengapa candi ini disebut Candi Pari/ Candi Sumur?
3.      Bagaimana asal mula didirikannya Candi Pari/ Candi Sumur?
4.      Siapa yang memprakarsai didirikannya Candi Pari/ Candi Sumur?
5.      Apa saja yang terdapat didalam Candi Pari/ Candi Sumur?
Jawaban narasumber:
Nama: M. Saroni
Pekerjaan: Juru pemelihara Candi Pari
Mulai bekerja: Tahun 1994
1.      Candi Pari didirikan pada tahun 1371 M atau 1293 S. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya tulisan jawa kuno yang terdapat diatas pintu Candi Pari.
2.      Disebut Candi Pari dikarenakan dahulunya Candi Pari adalah lumbung padi. Untuk mengenang hilangnya Jaka Pandelegan dibangunlah candi diatas lumbung padi yang sekarang ini dikenal sebagai Candi Pari.
3.      Asal mulanya dari sang prabu yang menyuruh prajuritnya untuk membawa Jaka Pandelegan beserta istrinya ke Majapahit. Namun, Jaka Pandelegan dan istrinya tidak mau. Kemudian Jaka Pandelegan masuk ke lumbung padi dan hilang muksa (hilang tanpa jejak). Setelah kejadian ini sampai ditelinga sang prabu. Sang prabu menyuruh prajuritnya untuk membangun candi untuk mengenang Jaka Pandelegan, dan sampai akhirnya candi disebut Candi Pari.
4.      Hayam Wuruk menyuruh para prajuritnya untuk membangun Candi Pari untuk mengenang Jaka Pandelegan yang telah berjasa pada kerajaan Majapahit.
5.      Candi Pari terdapat arca laki-laki dan arca perempuan. Namun, arca laki-laki sudah tidak memiliki kepala. Menurut beberapa pendapat mengatakan bahwa kepala arca memang sengaja dipenggal agar tidak ada yang memuja-mujanya, karena didaerah candi agama islam sudah masuk. Selain itu ada yang mengatakan bahwa kepala arca terdapat didalam Candi Pari, saat kepala ditemukan dan diambil Candi Pari akan runtuh dengan sendirinya. Namun, hal itu hanyalah pendapat perseorangan. Selain itu, terdapat jalan setapak menuju sumur (Candi Sumur) dan gapura. Tetapi gapura sudah tidak dalam keadaan untuh dan jalan setapak menuju sumur tidak nampak lagi, kemungkinan dapat terlihat kembali jika digali lebih dalam lagi.

Nama: Karsono Ruswandi
Pekerjaan: Juru pemelihara Candi Sumur
Mulai bekerja:-
1        Candi Sumur didirikan pada tahun 1371 M atau 1293 S. Sesuai dengan tahun yang tertera diatas pintu Candi Pari, karena keberadaan Candi Sumur erat kaitannya dengan Candi Pari.
2        Disebut Candi Sumur karena untuk mengenang hilangnya Nyai Loro Walang Sangit yang menghilang mukso disekitar sumur.
3        Asal mulanya dari Jaka Pandelegan dan Nyai Wakang Sangit tidak mau dibawa ke Majapahit. Saat prajurit datang, Nyai Walang Sangit memita ijin untuk mengambil air ke sumur terlebih dahulu. Namun, Nyai Walang Sangit menghilang mukso di sekitar sumur yang sekarang ini disebut Candi Sumur.
4        Yang memprakarsai didirikannya Candi Sumur adalah pada masa kepemerintahannya Hayam Wuruk.
5        Di sekitar Candi Sumur tidak ada benda peninggalan lagi, karena ada salah satu arca perempuan yang tadinya ada ditempatkan didalam Candi Pari.

B.     Kritik (Verifikasi)
Dalam menilai sumber-sumber sejarah yang telah dicari (ditemukan), Kritik sumber sejarah meliputi kritik ekstern dan kritik intern.
1.      Kritik ekstern
Dokumen yang kami teliti adalah terbitan kantor wilayah departemen p. Dan k. Propinsi jawa timur yang diterbitkan pada tahun 1982  sehingga untuk keontetikannya/ keasliannya akurat karena berdasarkan beberapa narasumber yang jelas dan dapat dipercaya.
2.      Kritik Intern
Dokumen yang kami tinjau telah disahkan oleh kepala kantor wilayah departemen p. Dan k. propinsi Jawa Timur sehingga cukup akurat.

C.    Interpretasi (Penafsiran)
1.      Candi ini merupakan suatu bangunan persegi empat dari batu bata, menghadap ke barat dengan ambang serta tutup gerbang dari batu andesit. Dahulu, di atas gerbang ada batu dengan angka tahun 1293 Saka = 1371 Masehi. Merupakan peninggalan zaman Majapahit pada masa pemerintahan Prabu Hayam Wuruk 1350-1389 M. (http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Pari. diakses pada tanggal 9 April 2013, pukul 09:09 WIB)
2.      Candi Pari yang dibuat oleh penguasa Mojopahit pada tahun 1293 Saka / 1372 masehi ini berbentuk kubus , tanpa ada pembagian yang stereotip antara batur, tubuh, dan mahkota .Satu – satunya cirri Majapahit  hanyalah bahannya yang terbuat dari batu merah. Panjang candi pari ini 16,86 m , lebar 14,10 m, dan tinggi 13,40 m sehingga terkesan pendek dan lebar. Sementara pola umum candi Majapahit selalu berbentuk vertikal. Candi pari ini terdiri atas batur persegi empat, bagian barat menjorok keluar dengan undakan tangga pada sisi kanan – kiri menuju pintu masuk. Diatas pintu tertulis angka tahun pembuatan dan bagian dalam candi berupa ruang. Di banding dengan Candi Pari ,Candi Sumur memiliki bentuk yang lebih sederhana candi dari bahan batu merah itu tidak memiliki ornamen sama sekali.Candi Sumur hanya berjarak 100 meter dari Candi Pari, Candi Sumur berdenah bujur sangkar dengan ukuran 8 m x 8 m dan memiliki tinggi 10 meter. Candi Sumur menghadap ke barat dan menempati lahan seluas 315 m dan perada pada ketinggian 4,42 mdpl.
Seperti Candi Pari, Candi Sumur bisa dibilang agak utuh. Kaki, badan dan atap candi masih ada. Sayangnya, badan dan atap candi ini tinggal separuh. Agar tidak roboh, badan dan atap candi yang separuh ini disangga oleh tiang besi berlapis semen.
(http://www.wisatasidoarjo.com/situs-wisata-sejarah-candi-pari-dan-candi-sumur/ diakses pada tanggal 9 April 2013, pukul 09:33 WIB)
D.    Historiografy (Penulisan Sejarah)
Candi pari dan Candi Sumur terletak di dusun candi pari wetan, desa candi pari, kecamatan porong, kabupaten sidoarjo. Candi Pari berdiri diatas tanah seluas 1310 m2, sedangkan Candi Sumur berada diatas lahan seluas 315 m2 pada ketinggian ±4,42 m dari permukaan laut. Lokasi candi pari dikelilingi oleh pemukiman penduduk.
Candi ini merupakan peninggalan dari Kerajaan Majapahit tahun 1293 Saka / 1372 masehi. Ini dilihat dari cirinya yaitu batu bata yang digunakan berwarna merah dan ada tahun pembuatan diatas pintu candi. Candi Pari dan Candi Sumur didirikan sebagai ungkapan terima kasih dan untuk mengenang suami-istri yang telah membantu Kerajaan Majapahit pada saat mereka mengalami musim panceklik. Candi Pari tidak memiliki bentuk seperti umumnya candi-candi jawa timur lainnya. Bentuknya yang agak tambun dan tampak kokoh seperti candi-candi di Jawa Tengah. Pengaruh Champa (salah satu wilayah di vietnam) nampak cukup kental mempengaruhi bentuk candi ini.

















BAB IV
PENUTUP

A.      SIMPULAN
Candi Pari dan Candi Sumur terletak di dusun candi pari wetan, desa candi pari, kecamatan porong, kabupaten sidoarjo. Candi Pari danCandi Sumur didirikan pada tahun 1371 M atau 1293 S. Hal tersebut dibuktikan dengan adanya tulisan jawa kuno yang terdapat diatas pintu Candi Pari. Candi tersebut diberi nama Candi Pari dan Candi Sumur karena untuk memperingati hilangnya Jaka Pandelegan dan Nyai Loro Walang Sangit yang menghilang mukso. Jaka Pandelegan yang menghilang mukso di lumbung padi yang sekarang disebut Candi Pari. Sedangkan, istrinya Nyai Loro Walang Sangit menghilang disekitar sumur yang sekarang disebut Candi Sumur.

B.     SARAN
            Sebagai generasi penerus bangsa hendaknya mengenal dan ikut melestarikan budaya atau warisan nenek moyang Indonesia agar tidak diakui oleh negara lain. Serta dengan meneliti sejarah terutama Candi Pari dan Candi Sumur kita akan lebih bersifat kritis dan menambah pengetahuan.



DAFTAR PUSTAKA

http://id.wikipedia.org/wiki/Candi_Pari. diakses pada tanggal 9 April 2013, pukul 09:09 WIB
http://www.wisatasidoarjo.com/situs-wisata-sejarah-candi-pari-dan-candi-sumur/ diakses pada tanggal 9 April 2013, pukul 09:33 WIB








































LAMPIRAN FOTO









Tidak ada komentar:

Posting Komentar